![]() |
create by ChatGPT |
“Hujan Buku”
Karya: Farhan Fiqman
Terdengar suara berisik
yang berasal dari langit-langit rumah, membunyikan genteng-genteng dan membuat
orang-orang keluar dari rumah. “Apa yang
terjadi? Kenapa banyak buku yang turun dari langit?” teriak salah satu warga di
halaman rumahnya “Waduh..
Gentengku.. bisa rusak lama-lama begini” “Apa-apaan ini?
Kalian tau penyebab kejadian ini?” “Tidak tahu lah,
tiba-tiba saja banyak buku turun dari langit” “Apakah aku
sedang bermmimpi?” Fenomena ajaib terjadi di sebuah
negeri bernama Utopi. Di berapa bagian negeri itu, tiba-tiba turun banyak buku
dari langit. Membuat masyarakat gempar dan bertanya-tanya. Apa rahasia dari
kejadian Hujan Buku tersebut?. Kisah bermula dari seorang laki-laki
yang tinggal di atas menara. Di kamar yang tidak terlalu luas, diselimuti oleh rak-rak
buku, dan meja kerja yang selalu tidak tampak begitu rapi. Seorang cendekiawan
tersohor di negeri itu. Suatu
ketika, di kesendirian malamnya, Ia sedang memungut bait demi bait, kata-kata,
dan sebuah narasi filosofis tentang hakikat dunia. Ia berguman dan berdialog
dengan dirinya sendiri. “Di negeri yang
bernama Utopi ini, nampaknya jauh sekali dengan kebijaksanaan” Ia berguman di
kesendirian kamarnya. “Banyak sekali
hal-hal aneh yang terjadi setiap harinya. Akan tetapi, masih sedikit masyarakat
yang menyadari. Korupsi di mana-mana, ekonomi melemah, masyarakat yang lekat
dengan kebodohan dan tahayul, serta hal-hal miris lainnya”. “Semoga tulisan
ini dapat mencerahkan setidaknya beberapa orang pembaca” Laki-laki itu pun melanjutkan
tulisannya. Ia mencurahkan segala keresahannya pada rangkaian kata-kata yang
mengandung pengajaran, krtik, dan kebijaksanaan. Alangkah terberkati pembaca
yang mengkonsumsinya. Setelah tulisan-tulisannya
diterbitkan. Ia tidak mendapat respon yang ia harapkan. Penjualan buku dan
penikmat tulisan-tulisannya menampakkan statistik yang minim sekali. Ia kecewa dan
bertanya-tanya. “Ya
ampun. Sudah banyak waktu yang diluangkan, pemasukan dari buku juga kecil
sekali. Mengapa tulisanku tidak diminati banyak orang, ya? Apa jangan-jangan
isinya terlalu berat untuk dicerna sebagian orang?. Astaga. Apa yang harus aku
lakukan? Apa aku harus membuat sebuah karya fiksi agar lebih mudah dicerna dan
pasarnya meluas?’ Laki-laki itu akhirnya menulis lagi.
Di kamar yang tidak terlalu luas, diselimuti oleh rak-rak buku, dan meja kerja
yang selalu tidak tampak begitu rapi. Ia merangkai sebuah karya seni bahasa
dengan racikan yang presisi dan memesona. Ia kali ini memperhatikan tulisannya.
Tidak terlalu berat, namun penuh makna mendalan. Sekali lagi, di Negeri yang bernama
Utopi itu, Ia tidak menemukan kabar baik dari tulisan-tulisannya. Pembacanya
masih sedikit sekali. Sebagai salah satu cendekiawan terbaik di negeri itu, ia
sangat frustasi sekali. Laki –laki itu
berdiri dari kursi kerjanya dan memukulkan kepalan tangannya ke dinding tembok.
“Akh. Kenapa begini lagi? Apasih yang salah? Aku atau mereka?” Ia duduk kembali
dengan lemas, bersama meredanya amarah di dadanya. “Ya Tuhan,
kenapa bisa begini? Bagaimana bisa pesan-pesanku dapat diterima orang-orang,
sedangkan pembaca karya-karyaku sedikit sekali?” Ia menundukkan kepala karena
sangat frustasi “Jangankan
mencerahkan masyarakat lewat tulisan, dapat keuntungan aja sulit sekali. Ya
ampun”. Di tengah rasa frustasi itu, ia
sedikit teringat dengan hukum ekonomi suppy
and demand yang artinya statistik penjualan buku dan pembaca karya tulisnya
rendah dikarenakan peminatnya rendah pula. Lalu, bagaimana menaikkan minat
membaca?. Laki-laki tu tidak tahu. “Ini karena
masyarakat Utopi yang punya minat baca rendah. Akh” Tampak dari raut
mukanya, bahwa kekesalannya belum reda sepenuhnya. “Apa yang harus
aku lakukan untuk meingkatkan minat baca mereka?” Dengan nada yang
lirih dan berpasrah diri ia berdoa, “Oh Tuhan, berilah hambamu ini petunjuk” Laki-laki itu kemudian menuliskan
kegelisahannya di dalam secarik kertas. Tulisan itu berisi pertanyaan,
permohonan petunjuk, dan pengharapan solusi kepada Tuhan. Setelah ia tulis,
kertas tersebut diikatkan pada kaki burung merpati, lalu Ia terbangkan merpati
itu lewat jendela kamarnya. “Oh Tuhan,
terimalah sepucuk surat ketulusan dan pengharapanku ini” Laki-laki itu
berdoa dengan mata berkaca penuh harap sembari memandangi merpati yang terbang
kian menjauh dari jendela kamarnya. Beberapa hari kemudian, muncul
sebuah kajaiban. Tiba-tiba dari langit yang cerah, turun banyak buku. Buku-buku
turun menimpa genteng-genteng rumah warga, turun di tanam, lapangan, dan
beberapa tempat lainnya di negeri Utopi itu. Sontak warga negeri Utopi sangat
terheran-heran. Hari itu menurpakan sebuah anomali yang tidak dapat dijelaskan
asal usulnya. Terdengar suara
berisik yang berasal dari langit-langit rumah, membunyikan genteng-genteng dan
membuat orang-orang keluar dari rumah. “Apa yang terjadi? Kenapa banyak buku yang
turun dari langit?” Teriak salah satu warga di halaman rumahnya. “Waduh..
Gentengku.. bisa rusak lama-lama begini” “Apa-apaan ini?
Kalian tau penyebab kejadian ini?” “Tidak tahu lah,
tiba-tiba aja banyak buku turun dari langit” “Apakah aku sedang
bermmimpi?” Hujan buku telah reda, namun
maryarakat tetap bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi Di negeri Utopi?.
Masyarakat yang penasaran mulai memeriksa buku-buku itu. Sebagian orang mulai
membacanya. Sebagian yang lain masih kurang minat untuk membaca banyak tulisan
yang panjang itu. Selang beberapa minggu, hal
mengejutkan terjadi. Diawali dari rasa penasaran terhadap buku tersebut,
sebagian orang akhirnya gemar membacanya. Sebagian orang lainnya perlahan mulai
tertular. Berbulan-bulan kemudian dikarenakan fenomena hujan buku, hampir
seluruh masyarakat negeri Utopi gemar membaca buku. Melihat fenomena itu, laki-laki
cendekiawan tersebut sangat gembira. Melalui kejadian ajaib yang terjadi dalam
satu hari, negeri Utopi yang awalnya tidak suka buku, sekarang menjadi sangat
menyukainya. Harapannya merekah, ia menyadari minat baca masyarakat meningkat,
berarti pembaca tulisannya ada kemungkinan meningkat juga. Ia sangat
berterimakasih kepada Tuhan yang telah memberikan solusi bagi permasalahannya. Ia melihat jendela
dengan wajah yang sumringah dan berkata, “Oh, Tuhan. Terimakasih banyak atas
berkahmu. Terimakasih banyak telah memberikan jalan keluar bagi
permasalahan-permasalahanku. Kali ini aku akan menulis lagi”. Seketika laki-laki itu mulai menulis
lagi dengan perasaan yang lebih baik. Di kamar yang tidak terlalu luas,
diselimuti oleh rak-rak buku, dan meja kerja yang selalu tidak tampak begitu
rapi. Ia mencurahkan ide dan gagasannya dengan riang gembira. Terbitlah sebuah
buku dan beberapa jenis tulisan lainnya. Keesokan harinya, tulisannya telah
terbit. Hal yang tidak terduga terjadi. Tulisan-tulisannya tetap menunjukkan statistik
yang minim. Tidak ada perubahan sama sekali. Ia kaget dan sangat frustasi.
Secercah harapannya untuk menjadi penulis yang dipuja-puja orang, mulai redup
kembali. Di kepalanya saat itu adalah kolam berisi emosi kesal, frustasi,
bingung, dan putus asa. Di keheningan
malam. Di dalam kamar sepinya. “Ya Tuhan, apa
lagi ini?” Suaranya lirih dan lesu. “Bukankah aku
telah menulis lagi? Bukankah minat banyak orang-orang telah meningkat?” “Apa yang
salah?. Sudahlah, aku putus asa” Ia mulai layu dan
terbenam dalam keputus-asaannya. Alasan sebenarnya mengapa tulisannya
tidak laku saat minat membaca di negeri Utopi meningkat, karena
tulisan-tulisannya kini tidak berarti apa-apa di hadapan pengetahuan Tuhan yang
turun dari langit. Masyarakat sangat candu terhadap buku-buku dari langit itu.
Pengetahuan-pengetahuan ilahiah seakan mencerahkan isi kepala mereka. Banyak
kebenaran-kebenaran dunia tersingkap. Apakah hal itu dapat dibandingkan dengan
pengetahuan terbatas karya manusia?. Tentu saja tidak. Di tengah keputusasaan laki-laki
itu, tiba-tiba datang seekor merpati dengan sepucuk surat di kakinya. Laki-laki
itu bertanya-tanya siapa yang mengiriminya surat. Ia mendekat ke jendela dan
membuka sepucuk surat itu. “Surat apa ini?” Ia pun membuka sepucuk surat
itu. Surat itu bertulis “Demi pena dan
apa yang dituliskannya. Sebenarnya apa tujuanmu menulis?”
-= TAMAT =-
|
Komentar
Posting Komentar