Pelajaran I : Peran Agama dalam Hidup

    

Create by ChatGPT

    Di momen-momen tertentu, manusia acapkali mendapatkan sudut pandang yang berbeda terhadap kehidupan ini. Hal yang lumrah terjadi, dikarenakan hidup begitu dinamis dan manusia akan belajar dari perubahan-perubahan yang terjadi. Perubahan tersebut juga ada yang melahirkan sebuah penyesalan dan pembelajaran. Itulah sesuatu yang alami di usia 25 tahun ini. Kealahan-kesalahan yang terjadi menjadi sebuah pengalaman berharga dan merupakan proses pendewasaan yang berarti.

    Ada beberapa hal berharga yang kemudia saya ambil pelajaran dari pengalaman yang telah lalu. Terdapat lima hal yaitu, 1) peran agama dalam hidup, 2) management waktu, 3) bangunlah habbit yang baik, 4) terus belajar, 5) jangan lupakan mimpimu. Saya ingin menceritakan hikmah-hikmah tersebut berdasarkan pengalaman saya di usia ke-25 ini. Pada tulisan pertama ini, saya akan bercerita tentang poin pertama yaitu “Peran agama dalam hidup”. Semoga memberikan insight yang bermanfaat.

    Persoalan Agama selalu menghasilkan perbincangan yang menarik dari waktu ke waktu, salah satunya tentang peran agama di dalam kehidupan. Dari kecil, mungkin kita mengenal agama adalah tuntutan ritual dari doktrin. Semua adalah perihal teks, hafalan, doktrin, surga, dan neraka. Setelah beranjak dewasa, baru kita dapat menginterpretasikan agama dengan pengalaman yang telah kita lalui.

    Saya mendapatkan “kebangkitan spiritual” (anggap saja istilah untuk orang yang tumbuh kesadaran memperdalam agama) sejak SMA yang mana saat itu lingkungan organisasi saya Islami dan kebetulan bertepatan dengan tren Hijrah. Di masa kuliah, saya lebih rasional memandang Agama dikarenakan ilmu bertambah, teman diskusi, dan beberapa buku bacaan yang saya baca. Di masa itu saya tidak lagi memperdalam Islam secara kekhusyukan praktik Ibadah dan kualitas Ibadah, melainkan lebih memperdalam ilmu-ilmu lainnya seperti filsafat, isme-isme, tassawuf, sastra, dan lain sebagainya.

    Fase itu mulai berganti ketika saya mendapatkan ujian yang benar-benar berat dan saya merasa akal pikiran saya belum mampu mengurai serta menanggung itu semua. Di saat itu, saya menemukan agama sebagai pohon yang rindang dan mentari yang akan selalu terbit setiap habis gelap malam. Saat itu, saya menemukan agama sebagai pelarian dari dunia yang penuh penderitaan. Saya menemukan Tuhan tempat saya bergantung dan saya percayai penuh. Saat saya akhirnya sabar dan menerima, saya merasa persoalan hidup saya tiba-tiba terselesaikan dengan lebih mudah. Di sana saya seolah menemukan dimensi yang berbeda. Hati dan pikiran saya menggertak seolah berkata “Ternyata Allah SWT itu ada!”.

    Kesadaran itu yang membuat saya menginterpretasikan ulang perihal dunia dan ketuhanan yang saya pahami sebelumnya. Saya merasa telah menemukan titik koordinat apa yang di maksud keimanan, kepasrahan, tawakkal, dan arti dari ibadah. Saya lebih menemukan alasan masuk akal untuk mentaati perintah Allah SWT. Jika Allah SWT  itu ada, berarti ketaatan dan sikap menghamba ini pasti akan ada alasannya. Seiring berjalanannya waktu saya mulai mengangsur pondasi-pondasi keimanan dan ketaatan dengan alasan untuk menjadi hamba yang ideal serta hidup yang lebih damai dan bermakna.

    Setelah menemukan Tuhan dan alasan penghambaan melalui tuntunan agama. Saya merasa hidup lebih damai dan tentram. Selain itu saya mendapatkan candu dari pelarian dunia yang terkadang menyakitkan dan melelahkan. Arti agama di dalam hidup saya tidak lagi sebagai cambuk yang menakuti tapi kerelaan hati menerima dan memantaskan diri untuk memberikan penghambaan yang sebenar-benarnya. Peran agama di hidup saya menjadi jalan petunjuk untuk hidup yang lebih baik, tentram, dan rela hati.

Komentar