![]() |
Create by ChatGPT |
Pada
mulanya di kala umur saya remaja, saya memang ada minat untuk belajar dan
menambah wawasan. Walaupun tidak sampai pada tahap sangat mengulik dan kutu
buku sekali, setidaknya saya senang dan terbuka terhadap ilmu-ilmu baru,
terlebih yang saya senangi. Motivasi tersebut terbawa sampai masa perkuliahan.
Apalagi di kalangan mahasiswa, menjadi sosok yang terlihat berwawasan merupakan
wujud aktualisasi diri yang membanggakan. Saya sedikit demi sedikit menambah
wawasan baru di bidang sastra, agama, filsafat, ideologi, politik, dan
lain-lain. Sampai di kepala saya timbul sebuah pertanyaan “Apa alasan saya
membaca buku?”.
Saya
terus merenungi pertanyaan itu, karena saya tidak ingin membaca buku dengan
dilatarbelakangi motivasi yang keliru (contohnya, demi pujian semata).
Terlebih, saya bertanya-tanya, apa manafaat praktis membaca buku? Apakah hanya
untuk ejakulasi intelektual saja?. Semua aktivitas tersebut juga tidak
menghasilkan nilai ekonomi. Ada orang yang tidak baca buku tapi sukses, ada
orang yang suka baca buku, namun hidupnya biasa-biasa aja. Di tengah dunia
kapitalis ini, apa peran sebenarnya ilmu pengetahuan dan buku?.
Pertanyaan-pertanyaan
di atas, tetap menggenang di permukaan kepala saya. Meskipun demikian, saya
tetap membaca buku dan belajar walaupun tidak se-bergairah sebelumnya. Singkat
cerita, saya diberi kesempatan oleh yang Maha Kuasa untuk mendapatkan ujian
hidup yang cukup berat (bagi saya). Setelah melewati ujian berat tersebut, saya
mulai menyusun ulang kekuatan untuk bangkit dan menata masa depan. Salah satu
potensi kekuatan yang dapat saya kembangkan adalah minat belajar dan membaca
ini. Karena di kondisi yang terdesak itu, tidak ada cara lain selain bertahan
hidup dan menjadi kuat (dengan mengembangkan minat dan bakat).
Sembari
menata ualang kekuatan dan menata rencana masa depan, saya mencoba kembali merefleksikan
dan menginterpretasikan kembali hakikan ilmu, belajar, dan membaca buku. Saya
menemukan konsep bahwa mencari uang dan mencari ilmu adalah kedua hal yang
tidak bisa saling dibenturkan. Kedua hal tersebut tidak selalu merupakan sebuah
persamaan yang linier, misalnya semakin banyak ilmu maka semakin banyak uang
ataupun sebaliknya. Kedua hal tersebut adalah sebuah usaha bertahan hidup di
dunia ini. Kita butuh uang untuk nilai tukar jasa & barang. Sedangkan ilmu,
sebagai pemandu kita dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Konsep
di atas diperkuat dengan pengamatan saya terhadap lingkungan sekitar maupun
yang saaya liat melalui layar kaca. Saya melihat dampak minimnya pengetahuan
sangat besar bagi kehidupan seseorang. Saya melihat di lingkungan desa,(karena
rumah saya di desa) masih banyak yang minim literasi tentang ekonomi, bagaimana
memanagement uang, dan makna uang itu sendiri (tidak bermaksud menggurui
apalagi menghakimi). Akibatnya banyak yang terlilit hutang, mengedepankan
keinginan ketimbang kebutuhan, sangat terpaut gengsi dengan tetangga, dan
lain-lain. Tentunya basih banyak lain sumber masalah yang terjadi karena
minimnya pengetahuan (parenting, gizi anak, politik, dan lain sebagainya).
Saya
juga melihat contoh sesorang yang suka belajar dan membaca buku, salah satunya
adalah Raditya Dika. Saya mengamati perkembangan karir beliau, prestasi,
inovasi yang out of the box, pengambilan keputusan, percintaan, dan parenting,
Saya dapat menjamin semua itu terjadi salah satu faktor terbesarnya adalah
karena kebiasaan Raditya Dika dari kecil yaitu suka belajar dan membaca buku.
Melihat hal tersebut, motivasi saya untuk terus belajar dan membaca buku semakin
meningkat. Saya ingin menjalani hidup dengan melakukan keputusan-keputusan yang
penuh pertimbangan dan jauh dari kekeliruan. Saya tidak ingin menyesal lagi,
jadi saya harus banyak belajar dan membaca agar meminimalisir resiko salah
ambil keputusan.
Melalui
refleksi dan pengamatan di atas, saya membutuhkan semangat belajar dan membaca
untuk memindai masa depan. Di tengah zaman yang semakin carut marut, absurt,
dan rumit, ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan untuk menguraikan semua itu. Di
masa depan saya memerlukan banyak ilmu pengetahuan untuk menjadi masyarakat
yang tidak buta politik, sehat jasmani dan rohani, berguna untuk keluarga, dan
bertanggung jawab sebagai kepala keluarga.
Oleh
karena itu, belajar dan membaca buku sangatlah penting. Saya mendengar sebuah
quotes “Membaca buku bukan hanya untuk memasukkan informasi di kepala, tapi
untuk menumbuhkan jiwa”. Dari kesadaran yang demikian saya memutuskan untuk
terus belajar agar jiwa terus tumbuh, untuk mengurai dunia yang rumit ini, dan
untuk menjadi seorang manusia yang bertanggung jawab setidaknya untuk keluarga.
Komentar
Posting Komentar