“Semesta Diriku”

“Semesta Diriku” 
Oleh: Farhan Fiqman

Saat ini,
Nampak lumpuh masing-masing sisi yang menjadi tameng apa yang disebut sebagai “iman”
Bukan perkara biasa saja, lemah tetaplah lemah
Tidak ada keringanan, takutnya membenarkan kesalahan karena kebiasaan.
Aku menuju langit, berbisik dan menangis.

Lelah, menjadi beban tersendiri.
Menyelipkan topeng-topeng yang aku sendiripun masih abu-abu akan kebenarannya.
Dibawah cahaya, kadang ku benar-benar
Dibawah cahaya, kadang ku tidak benar-benar
Dibawah gelap, kadang ku benar-benar
Dibawah gelap, kadang ku tidak benar-benar.

Aku menghakimi, menimbang semesta diriku
Berdiskusi, demonstrasi, kadang pula teriak-teriak.

“Apa yang kau lakukan wahai diriku?”


“Aku terkadang lepas kendali, amnesia beberapa menit terhadap Tuhan”

“Aku tau, aku merasakannya  pula wahai diriku” (Campur aduk marah, menyesal, dan tunduk kembali)

Saling timpal, saling berdiskusi, berdebat terhadap noda-noda yang terlanjur tertera
Di dalam semesta diriku,

“Aku kepingan-kepingan yang belum tersusun kembali”


(Jember, 13 Mei 2019)

Komentar