Oleh: Farhan Fiqman
Kepada matahari yang
tenggelam: “Adakah sisa-sisa senja yang dapat kunikmati berdua nantinya?”.
Kepada embun-embun pagi: “Dapatkh menjadi saksi perihal romansa semanis madu, saat definisi cahaya yang palingterang adalah cahaya matanya disaat ku pertama membuka mata?”.
Kepada ilusi waktu: “Bisakah ku menilik sedikit, berbincang santai bersama waktu yang belum terjadi?”.
Kepada puing-puing hawa keraguan: “Uraikan senyawa-senyawa apa yang telah merasukiku, aku tersedak lantas sulit menghela nafas, mengklarifikasi hal-hal yang sulit di timbang, aku di dalam lubang dalam”.
Kepada Sang Pencipta: “izinkan aku sedikit meretas buku catatan takdirku, hanya untuk hal-hal kecil. Setidaknya menyocokkan nama".
Kutub-kutub rasa saling tukar posisi tak menentu silih berganti,Mata angin tak mampu membimbing rasio akal, dan hati yang pancaroba.
Ini perihal gejolak hati yang masih di pertanyakan , perihal masa depan yang masih misteri.
Kepada embun-embun pagi: “Dapatkh menjadi saksi perihal romansa semanis madu, saat definisi cahaya yang palingterang adalah cahaya matanya disaat ku pertama membuka mata?”.
Kepada ilusi waktu: “Bisakah ku menilik sedikit, berbincang santai bersama waktu yang belum terjadi?”.
Kepada puing-puing hawa keraguan: “Uraikan senyawa-senyawa apa yang telah merasukiku, aku tersedak lantas sulit menghela nafas, mengklarifikasi hal-hal yang sulit di timbang, aku di dalam lubang dalam”.
Kepada Sang Pencipta: “izinkan aku sedikit meretas buku catatan takdirku, hanya untuk hal-hal kecil. Setidaknya menyocokkan nama".
Kutub-kutub rasa saling tukar posisi tak menentu silih berganti,Mata angin tak mampu membimbing rasio akal, dan hati yang pancaroba.
Ini perihal gejolak hati yang masih di pertanyakan , perihal masa depan yang masih misteri.
Aku hanya takut,
Khawatir,
Khawatir,
dan tak mau lagi,
JIka
harus menyakiti.
(Jember,
28 Januari 2019)
😘
BalasHapus😂🙏
Hapus