Oleh: Farhan Fiqman
Mereka
yang terbelenggu dalam tirani. Tak bisa teriak: “Merdeka!!”
Aku dan amukan batinku,
Aku dan amukan batinku,
Turut
terkoyak – koyak.
Nada
– nada sendu turut ternyanyikan di dalam tiap inti sari tetes air mata,
Dari kedua mata suci mereka
Mata – mata yang menjadi saksi
Dari kedua mata suci mereka
Mata – mata yang menjadi saksi
Teriakan!
Dalam batinnya bergejolak marah.
“Berikan kami nafas kebebasan! setidaknya kebebasan bersujud, mengabdi, dan menghadap Tuhan kami dengan penuh cinta dan sepenuh hati”
Dalam batinnya bergejolak marah.
“Berikan kami nafas kebebasan! setidaknya kebebasan bersujud, mengabdi, dan menghadap Tuhan kami dengan penuh cinta dan sepenuh hati”
Satu
sisi batinnya meringis tercincang – cincang..
“Badan ini milik siapa? Kau tau?, aku dan ketidakberdayaan kami hanya menjadi serpihan debu tak berarti. Aku yang dipaksa menjauh dari Rabb ku”
“Badan ini milik siapa? Kau tau?, aku dan ketidakberdayaan kami hanya menjadi serpihan debu tak berarti. Aku yang dipaksa menjauh dari Rabb ku”
Hijabnya
di paksa luntur dari kepala
Termasuk niqab, begitupun cadar.
Termasuk niqab, begitupun cadar.
Seakan
anti pati,
Jenggot(panjang)
pun di gilas habis tak terkecuali,
Segala
atribut islam.
Aku
termangu, sketika meronta, lantas lepas menangis dalam hati.
“Jika dunia begitu fana, lantas siapa yang berhak
untuk mengadili?”
(Jember, 19 Desember 2018)
Komentar
Posting Komentar