Oleh: Farhan Fiqman
Aku melihat mu (saudaraku), namun ku tak peduli.
Gemuruh, rasa takut mencekam. Aku lari – lari berhamburan
Maafkan aku,
Gemuruh, rasa takut mencekam. Aku lari – lari berhamburan
Maafkan aku,
Bapak, ibu. Aku sibuk !, ku tak memperdulikan mu.
Pada hari itu hanya rasa takut yang mencengkam. Aku lari – lari kebingungan
Maafkan aku,
Pada hari itu hanya rasa takut yang mencengkam. Aku lari – lari kebingungan
Maafkan aku,
Tak terkecuali, kau istriku. Ku tersengaja menelantarkan mu.
Tak terkecuali, kau anak ku. Ku tersengaja menelantarkan mu.
Pada hari itu.
Tak terkecuali, kau anak ku. Ku tersengaja menelantarkan mu.
Pada hari itu.
Paranoid !
Aku yang melihat titik kehancuran
suara yang memekakkan telinga
Aku benar – benar tak pernah merasa setakut ini.
Aku yang melihat titik kehancuran
suara yang memekakkan telinga
Aku benar – benar tak pernah merasa setakut ini.
Jiwa ku menjerit!, aku yang memuncak
Air mata, air keringat, darah
ku tak peduli
Aku sibuk !
Air mata, air keringat, darah
ku tak peduli
Aku sibuk !
Saudara, bapak ibu, anak istri
ku tak perduli dengan kalian
Aku sangat sibuk !
Maafkan aku.
ku tak perduli dengan kalian
Aku sangat sibuk !
Maafkan aku.
“Dan apabila datang
suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua), pada hari ketika manusia
lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya.
Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup
menyibukkannya.” (QS: 'Abasa/ 33-37)
(29 November 2018)
meh
BalasHapusApaa? :v
Hapus