ANALISIS CERPEN ‘PEDAS
MANIS’
KARYA DAUD
FARMA
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Apresiasi Prosa
Disusun
Oleh:
1)
Farhan
Taufiqur Rachman 180210402009
2)
Saifana
Hwuaida Eldifany 180210402028
3)
Intan
Nur Indasa Fitri 180210402030
Dosen Pengampu:
Siswanto, S.Pd., M.A.
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
C.
ALUR
Alur merupakan rangkaian cerita yang dibentuk oleh
tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalani suatu cerita bisa berbentuk dalam
rangkaian peristiwa yang berbagai macam. Alur atau Plot ialah struktur
rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi
fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dari keseluruhan fiksi
“semi” (Aminudin).
“Pedas Manis”
Kawan, aku punya
sudut pan dang yang berbeda soal merdeka. Kutahu bah wa merdeka yang ka mu
maksud hari ini ada lah merdeka dari jajahan Belanda atas negeri kita Indonesia
dan aku pun mengakui dan bahagia dengan kemer dekaan kita.
Akan tetapi, ini
adalah soal individual. Sampai hari ini, aku belum merdeka karena belum mampu
meyakinkan ibuku. Aku ingin sekali menikah. Ingin punya istri dan keturunan.
Namun, kata ayah dan ibu, aku mesti selesai kuliah minimal strata satu.
Hal ini tentu
tidak sesuai dengan ke ada an dan hasratku yang ingin segera menikah, pa dahal
aku sendiri ‘merasa’ yakin, sanggup lahir dan batin. Aku yakin aku bisa meng
hidupi rumah tanggaku nantinya.
Setiap aku
menelepon ke kampung, aku coba menyakinkan ayah dan ibu. Sebenar nya ayah dan
ibu setuju kalau aku menikah dengan sesegera mungkin, malah mereka senang kalau
memang aku benar-benar mampu. Namun, yang membuat mereka tidak setuju adalah
aku menikah dengan gadis Jawa pilihanku.
“Janganlah orang
Jawa, nanti dia tidak mau tinggal di Aceh Tenggara. Nanti kamu ditahan mertuamu
di tanah Jawa. Aku tidak mau di usia senja kamu tidak ada di kam pung. Sudahlah
waktu muda jauh, saat tua ber jauhan pula. Mak tidak setuju!” Ibu
mengkhawatirkan itu, sementara ayah pu nya alasan yang lain.
“Bang, telepon
ke nomor Mamak. Ada yang ingin Mamak bicarakan.” Aku sangat ba hagia membaca
pesan dari adikku itu. Karena husnuzanku adalah ibu sudah se tuju berkat
bantuan Bambkhu-ku (adikku). Ah, tidak sia-sia aku minta tolong pada Bam bkhu.
Aku pun menelepon ibu. Setelah aku jawab salam dari ibu, kukira kata-kata setuju
menghampiri telingaku, eh tahunya:
“Musa, dengar
Mak baik-baik ya, mau presiden yang kamu suruh datang ke rumah untuk
menyakinkan Mak, tidak mempan, Musa, tidak mempan!”
Setelah
menelepon, aku murung, me nyen diri, menyepi, memojok di kamarku. Sudah tidak
mempan lagi aku menyakinkan ibu.
Sepekan
kemudian, aku turun dari lantai empat untuk membeli buah-buahan. “Ku rus sekali sekarang ya, Musa” saha bat ku
heran melihat mukaku yang lesu. Ba danku kurus kering.
Niatku beli
buah-buahan ialah agar badanku kembali segar dan kuat. Kawanku ini sudah punya
anak satu. Dia juga istrinya bukan orang Aceh. Istrinya orang Kaliman tan. Dia
sudah punya anak satu, perem puan. Aku pun curhat pada sahabatku itu.
“Aku bukan
sengaja diet. Ini semua karena aku ingin menikah.”
“Kalau mau
menikah yang banyak-ba nyaklah makan. Makan sup daging, beli daging unta.”
“Gimana mau
makan daging? Semen tara ibuku saja belum setuju?”
“Loh kenapa?”
“Masalah
keluarga, akhi.”
“Oh gitu, saran
ana, antum banyakin doa, sedekah, dan Tahajud. Supaya hati ibu luluh.
Percayalah, doa dapat menembus penghalang apa pun, apalagi hati.”
Aku pun mulai
mengamalkan anjuran dari sahabatku itu, dan saran dari calon istriku Nadia.
Dua-duanya menyarankan pa daku agar banyak berd
oa. Aku jadi
ingat keistiqamahan Nabi Ibrahim yang berdoa berpuluh-puluh tahun kepada Allah,
“Rabbi habli minasshalihiin” agar dikaruniai se orang anak yang saleh. Akhirnya
istrinya yang divonis mandul bisa memberinya ke turunan juga. Begitulah
hebatnya doa. Aku pun mulai banyak berdoa di setiap sujud.
Saat ziarah ke
Masjid Sayyidina Husain, aku bertawasul lewat makam cucu baginda Rasul,
kuutarakan niatku agar Allah melunakkan hati ibu. Aku mulai banyak bersedekah,
hampir tiap pengemis dan tu na wisma, kuberi sepeser dua peser pound yang aku
punya, tak lupa kuminta doa pada mereka.
“Tolong doakan
agar hati ibuku lunak, aku ingin menikah.”
“Amin.” Jawab
para pengemis di pinggir jalan itu. Aku shalat Hajad, Tahajud, dan Dhuha. Aku
banyak beshalawat, berzikir demi mendapat ridha ibuku. Karena kalau ibuku
ridha, tentu Allah juga ridha.
Semuanya adalah
melalui dan minta pada Allah. Aku tak kenal lelah. Satu bulan ke mudian aku pun
memberanikan diri me nelepon ke ibu. Setelah shalat Tahajud, aku mencabut
handphone-ku dari charger. Sebab kalau di Mesir jam setengah tiga, berarti di
Indonesia sudah setengah de lapan. Tentu ibuku sudah selesai masak pagi dan
sedang santai di depan rumah atau di ruang tamu.
“Apa kabar kamu
anakku, Musa? Sudah lama tidak menelepon. Ada apa? Ibu rindu kamu, nak.”
“Ya, Mak, Musa
juga rindu. Musa sehat, Mak.” Belum sempat aku memulai topik tentang menikah,
ibuku sudah memulainya.
“Pulanglah, Nak. Ayo kita melamar Nadia calon
menantu, Mamak.”
“Hah? Mamak
serius?”
“Cepatlah pulang
selagi hati Mak sedang lunak.”
“Alhamdulillah
Ya Alllah. Terima kasih, Mak. Baiklah minggu depan aku pulang, mumpung sekarang
musim panas dan kami libur panjang.
“Sungguh bukan
main senangnya aku! Seakan dunia ini adalah milikku seorang!
Seakan aku baru
merdeka dari jajahan Belanda atas Indonesia! Tidak dapat ku gam barkan
kebahagiaanku yang sebentar lagi jadi pengantin dan meminang gadis Ja wa. Soal
kenapa aku suka gadis Jawa? Ti dak lah sesingkat aku mengenal Nadia ka rena
buku. Namun, memang sejak aku ma sih kelas satu SMP dulu, sejak aku sudah umur
belasan, aku telah kagum pada gadis Jawa.
Ada bebarapa
faktor. Pertama, karena us tazah-ustazahku yang dari Jawa kulihat ciri
kecantikannya berbeda. Ada manis-ma nis nya saat mereka tersenyum, persis
seperti Nadia saat mengunggah fotonya di akun Instagram. Kedua, karena tutur
kata nya yang menurutku amat lembut, tidak te rasa keras dan kasar seperti
orang Sumatra pa da umum nya, meskipun memang orang Su mat ra adalah kebanyakan
Melayu. Kami orang Kuta Cane, Aceh Tenggara, jugalah mi ripmirip cara bertutur
kata orang melayu.
Ketiga, karena
memang aku ingin ber beda dengan abang-abangku yang semua nya menikah dengan
satu daerah, desanya dekat-dekat pula. Aku sendiri ingin punya istri orang
jauh. Dulu tahun pertama sam pai di Al-Azhar Mesir, aku ingin sekali istri ku
orang Mesir. Namun, sulit untuk di mungkinkan karena orang Mesir seleranya
tinggi! Aku penuh kekurangan, hitam, ku rus, dan pesek.
Hanya satu
modalku, yaitu tinggiku. Sepekan kemudian aku pun pulang ke Aceh Tenggara. Aku
disambut keluargaku begitu is timewa sehingga rumah kami penuh. Sepertinya ibu
mengundang satu desa keru mah. Sedangkan aku tidak bawa oleh-oleh apa pun,
hanya bawa badan dan pakaianku dalam tas rensel. Padahal ini adalah hari pulang
pertama kali setelah tiga tahun belajar di Mesir. Dua hari di rumah, aku,
ayahku, ibuku, bambkhuku datang ke Jawa untuk melamar Nadia.
“Kenapalah jauh
kali ke Jawa jodohmu, Musa?”
“Mak, usahlah
ditanya lagi. Katanya Mamak sudah setuju.”
“Ya Mamak sudah
setuju, tapi kenapa mesti orang Jawa? Orang Kuta Cane kan banyak Nak?”
“Banyak, tapi
tidak seperti Nadia, Mak.”
“Apanya yang
tidak seperti Nadia?”
“Rupanya,
alisnya, senyumnya, putihnya, hidungnya, matanya,”
“Emang kamu
pernah ketemu dengan Nadia sebelumnya?”
“Belum pernah,
tapi kan aku sudah tunjukkan fotonya ke, Mamak.”
“Nak, zaman
sekarang masih percaya sama foto. Sekarang ini semuanya palsu, tidak ada yang
asli. Memanglah fotonya yang cantik pula dia pilih untuk dikirim ke kamu agar
kamu tergoda.”
“Mak, tidak
boleh buruk sangka, kuya kin aslinya lebih cantik, Mak.”
Tiba-tiba
kudengar suara ayahku dari kursi duduk belakang. “Udah, Mamakmu me mang begitu,
usah disahuti. Nanti kalau dia sudah bosan mengomel dia akan ber henti
sendiri.” Kami pun tiba di Bandara Abdurrahman Saleh, kulihat ibu diam.
Ibuku mengikuti
jejak langkah kami. Walaupun senyumnya belum manis. Aku mengikuti rute sesuai
dengan yang Nadia berikan. Benar memang, aku belum pernah ketemu Nadia, tapi
aku yakin dia tidak berbohong, soal lamaranku ini sudah aku pastikan akan
diterima ayahnya 100 persen. Karena memang Nadialah yang memaksaku agar segera
menikahinya dan dia sudah memberi tahu ayahnya terlebih dahulu.
Awal mengapa aku
bisa kenal dengan Nadia adalah karena buku. Dia meresensi bu kuku yang diadakan
oleh penerbit. Dia lah juara satunya. Mengapa aku bisa ja tuh cin ta padanya?
Karena dia adalah kriteria ku. Dia suka membaca dan dia jugalah suka me nulis,
dan satu lagi dia kuliah kedokteran.
Ingin sekali aku
punya istri seorang dok ter. Alasan mengapa dia suka padaku? Hus nuzanku adalah
karena dia suka tulisanku. Kedua, karena aku kuliah di Al-Azhar. Na mun, aku
sering beralasan lain saat dia ta nya mengapa aku bisa jatuh cinta padanya.
Tidak berapa
lama kami pun sampai di Kampung Pakis, taksi yang kami tumpangi tiba di depan rumah
Nadia yang di pinggir jalan. Kami disambut oleh keluarga Nadia. Sambutan yang
luar biasa, santun, ramah, indah, dan bahagia. Ayah dan bambkhuku du duk di
ruang tamu. Aku dan ibu diper silakan masuk ke dalam kamar kosong yang sudah
disediakan. Ibu lelah dan ia baringan, tiba-tiba ibu bicara setelah kian lama
ia membisu sejak dari bandara tadi.
“Ramah betul
orang Jawa, Nak. Tidak sia-sia kamu cari istri orang Jawa.” Alhamdulillah,
komentar pertama ibuku begitu mantap.
Itu adalah
pertanda hatinya makin lunak karena terkesan dengan tutur kata keluarga Nadia,
itulah kesan pertama ibu. Aku pun langsung menelepon Nadia, aku belum
melihatnya, padahal aku sudah ada di dalam rumahnya. Tadi waktu di taksi aku
chating-an dengannya minta diarahkan ke alamat rumahnya, sebenarnya sopir taksi
sudah tahu. Teleponku tidak dia angkat.
“Dik, kamu di
mana? Aku sudah sampai di rumahmu.” Pesanku via Whatsapp.
“Ini aku di
kamarku, Mas. Persis di samping kamar yang Mas tempati.”
“Keluarlah kalau
begitu.”
“Aku malu, Mas.”
Keluarga Nadia
adalah gologan me ne ngah atas dari segi ekonomi. Rumahnya luas dan mewah, tapi
aku datang kemari bukan karena ekonominya, tapi memang karena cinta. Dia adalah
Nadia. Namun, bukannya disambut, dia malah bersembunyi.
Timbul dalam
hati ada niat ingin menghukumnya nanti kalau sudah suamiistri. Seperti hukuman:
harus membuat kanku minuman jus selama seminggu. Ka rena memang mestinya kalau
ada tamu ha ruslah dia yang menghidangkanku minum an. Oh iya, mungkin karena
belum halal, jadi dia punya alasan untuk bersembunyi.
Setelah satu jam
istirahat, acara lamar an pun digelar di ruang tamu. Aku dan ke luar gaku sudah
berada di ruang tamu, de mi kian juga keluarga Nadia. Terkecuali Na dia yang
belum hadir. Sebelum pembica ra an dimulai, ibunya memanggilnya dan Na dia pun
keluar dari kamarnya. Kulihat, ma sya Allah, bukan main indahnya ciptaan Allah.
Dia keluar
dengan pakaian jilbaber, ke rudung cokelat, tampak ayu! Foto cantik yang dia
kirim dikalahkan dengan yang aslinya. Sekarang aku makin mengakui kecantikan
gadis Jawa yang satu ini! Yang sebentar lagi bakal jadi calon istriku! Ibuku
langsung berdiri, memeluk dan mencium kedua belah pipi Nadia calon menantunya.
Kulihat pipi Nadia mulai memerah, padahal ibuku tidak memakai lipstik. Entah
karena malu atau saking putihnya, sepertinya di sen tuh angin pun akan memerah.
“Duh, cantiknya
kamu, Nak!” komentar kedua ibuku sewaktu mencium Nadia.
“Astaghfirullah..”
ucapku menyadarkan lamunanku karena menatap wajahnya. Bu kan main indahnya!
Tidak patut kuse but kan dan kugambarkan bentuk kecantikan perempuan salehah
yang jadi istriku ini sehingga aku berpikir ingin menyuruhnya bercadar, agar
aku tidak cemburu sepanjang waktu karena akan banyak lelaki yang memandang
wajahnya!
“Kami rasa tidak perlu lagi acara khit bah, langsung
saja menikah. Jadi, keluarga dari mempelai laki-laki tidak repot pulang pergi
ke Aceh.” Begitu saran terbaik ke luarga Nadia.
“Kami senang dan
setuju.” Sahut ibuku dengan segera.
Aku peluk ibuku,
aku sujud syukur men de ngar komentar ibuku. Bukan main se nang nya hati ini.
Hari itu aku merasa be nar-benar merdeka. Kau tahu, Kawan? Merdeka bagiku
adalah saat aku mampu menyakinkan ibuku, saat aku mampu merangkul dua pulau;
Jawa dan Sumatra, saat kedua keluarga kami tidak lagi merasa asing dan berselisih
soal adat dan suku, saat aku bisa menyatukan dua rasa; pedas dan manis. Merdeka
itu adalah saat aku akhir nya menikah denganmu duhai kekasihku, istriku, Nadia.
A.
TEMA
Tema adalah salah satu unsur
intrinsik pembangun cerita dalam sebuah cerpen. Tema merupakan unsur yang
sangat penting dalam sebuah cerpen karena tema adalah dasar bagi seorang
pengarang untuk mengembangkan suatu cerita. Istilah tema menurut Scharbach
berasal dari bahasa Latin yang berarti “tempat meletakkan suatu perangkat”.
Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga
berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi
yang diciptakannya.
Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia
(2004, hlm. 803) bahwa tema adalah gagasan, ide pokok, atau pokok persoalan
yang menjadi dasar cerita. Peniliti dapat menyimpulkan bahwa tema merupakan
suatu ide pokok yang menjadi dasar diciptanya suatu cerita.
Jenis-jenis
tema terdiri dari 3 macam, yaitu :
1. Berdasarkan
pokok pembicaraannya.
Berdasarkan
pokok pembicaraannya cerpen Pedas Manis karya Daud Farma yang pernah
diterbitkan secara daring oleh Kompas mengambil dua tema, yakni tema sosial
“Janganlah
orang Jawa, nanti dia tidak mau tinggal di Aceh Tenggara. Nanti kamu ditahan
mertuamu di tanah Jawa. Aku tidak mau di usia senja kamu tidak ada di kam pung.
Sudahlah waktu muda jauh, saat tua ber jauhan pula. Mak tidak setuju!” Ibu
mengkhawatirkan itu, sementara ayah pu nya alasan yang lain.
“Bang, telepon ke nomor Mamak.
Ada yang ingin Mamak bicarakan.” Aku sangat ba hagia membaca pesan dari adikku
itu. Karena husnuzanku adalah ibu sudah se tuju berkat bantuan Bambkhu-ku
(adikku). Ah, tidak sia-sia aku minta tolong pada Bam bkhu. Aku pun menelepon
ibu. Setelah aku jawab salam dari ibu, kukira kata-kata setuju menghampiri
telingaku, eh tahunya:
“Musa, dengar Mak baik-baik ya,
mau presiden yang kamu suruh datang ke rumah untuk menyakinkan Mak, tidak
mempan, Musa, tidak mempan!”
(cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
Kelompok
kami menyimpulkan bahwasanya cerpen tersebut bertema sosial, karena terjadi
interaksi antara tokoh utama yaitu Musa dan tokoh sampingan seperti Ibu dan
adik. Percakapan tersebut bercerita
tentang ibu yang tidak setuju terhadap colon istri musa yang berasal dari jawa.
Alasan Ibu musa adalah karena ibunya tidak mau jika ananknya sudah berusia
senja tidak berada di kampung halamannya.
Tema
sosial yang berada di dalam cerpen tersebut utamanya dalam kutipan di atas,
menurut kelompok kami kurang relevan dengan kondisi saat ini. Karena, pada
kutipan cerpen di atas masih terasa kental unsur tradisionalnya. Seperti,
menghawatirkan anaknya yang akan mengikuti adat jawa ketika menikah nanti yaitu
menetap di daerah istrinya. Jika berbicara jauhnya jarak di masa modern saat
ini, tentu bukanlah menjadi masalah utama karena banyak sekali fasilitas
trasnportasi yang lebih cepat dan memudahkan penggunnya.
2. Berdasarkan
ketradisiannya
Hal ini berkaitan dengan tradisi adan kepercayaan
masyarakat. Di dalam tema jenis ini sangat berkaitan dengan kejahatan dan kebenaran.
Pada umumnya disukai masyarakat karena kebanyakan manusia memang menyukai
kebenaran dan membenci kejahatan.
Dia keluar dengan pakaian
jilbaber, ke rudung cokelat, tampak ayu! Foto cantik yang dia kirim dikalahkan
dengan yang aslinya. Sekarang aku makin mengakui kecantikan gadis Jawa yang
satu ini! Yang sebentar lagi bakal jadi calon istriku! Ibuku langsung berdiri,
memeluk dan mencium kedua belah pipi Nadia calon menantunya. Kulihat pipi Nadia
mulai memerah, padahal ibuku tidak memakai lipstik. Entah karena malu atau
saking putihnya, sepertinya di sen tuh angin pun akan memerah.
“Duh, cantiknya kamu, Nak!”
komentar kedua ibuku sewaktu mencium Nadia.
“Astaghfirullah..” ucapku
menyadarkan lamunanku karena menatap wajahnya. Bukan main indahnya! Tidak patut
kusebutkan dan kugambarkan bentuk kecantikan perempuan salehah yang jadi
istriku ini sehingga aku berpikir ingin menyuruhnya bercadar, agar aku tidak
cemburu sepanjang waktu karena akan banyak lelaki yang memandang wajahnya!
“Kami rasa tidak perlu lagi acara khit bah,
langsung saja menikah. Jadi, keluarga dari mempelai laki-laki tidak repot
pulang pergi ke Aceh.” Begitu saran terbaik ke luarga Nadia.
“Kami senang dan setuju.” Sahut
ibuku dengan segera.
Aku peluk ibuku, aku sujud syukur
men de ngar komentar ibuku. Bukan main senangnya hati ini. Hari itu aku merasa
be nar-benar merdeka. Kau tahu, Kawan? Merdeka bagiku adalah saat aku mampu
menyakinkan ibuku, saat aku mampu merangkul dua pulau; Jawa dan Sumatra, saat
kedua keluarga kami tidak lagi merasa asing dan berselisih soal adat dan suku,
saat aku bisa menyatukan dua rasa; pedas dan manis. Merdeka itu adalah saat aku
akhir nya menikah denganmu duhai kekasihku, istriku, Nadia (cerpen Pedas
Manis karya Daud Farma)
Berdasarkan ketradisiannya, kelompok
kami menyimpulkan bahwasanya cerpen tersebut bertema tradisional, karena cerita
berakhir sesuai keinginan pembaca. Dari cerpen diatas bercerita tentang kisah
cinta Musa dan calon istrinya yang terhalang jarak dan restu orang tuanya.
Namun dengan beribadah dan berdoa pada akhirnya hati ibu musa luluh dan
merestui .
Menurut kelompok kami,
cerpen di atas masih relevan jika di korelasikan pada keadaan saat ini. Dari
cerpen di atas mengandung pesan bahwasanya, degan mendekatkan diri kepada Allah
dan disertai berdoa dapat mewujudkan keinginan seperti pada cerpen tersebut
musa yang berdoa agar hati ibunya luluh.
3.
Berdasarkan
Cakupannya.
a.
Tema Pokok
(Mayor)
Tema mayor atau pokok merupakan tema yang mengandung
makna pokok atau utama dalam suatu cerita yang menjadi gagasan umum karya
sastra dan tidak hanya terdapat dalam bagian tertentu saja. Bisa dikatakan
terdapat dalam keseluruhan bagian cerita suatu karya sastra.
“Janganlah orang Jawa, nanti dia
tidak mau tinggal di Aceh Tenggara. Nanti kamu ditahan mertuamu di tanah Jawa.
Aku tidak mau di usia senja kamu tidak ada di kam pung. Sudahlah waktu muda
jauh, saat tua ber jauhan pula. Mak tidak setuju!” Ibu mengkhawatirkan itu,
sementara ayah pu nya alasan yang lain.
“Bang, telepon ke nomor Mamak.
Ada yang ingin Mamak bicarakan.” Aku sangat ba hagia membaca pesan dari adikku
itu. Karena husnuzanku adalah ibu sudah se tuju berkat bantuan Bambkhu-ku
(adikku). Ah, tidak sia-sia aku minta tolong pada Bam bkhu. Aku pun menelepon
ibu. Setelah aku jawab salam dari ibu, kukira kata-kata setuju menghampiri
telingaku, eh tahunya:
“Musa, dengar Mak baik-baik ya,
mau presiden yang kamu suruh datang ke rumah untuk menyakinkan Mak, tidak
mempan, Musa, tidak mempan!”
(cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
b. Tema Tambahan (Minor)
Tema minor atau tambahan merupakan tema pendukung yang
hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu saja. Tidak seperti tema mayor yang
dapat mencakup keseluruhan cerita.
Aku pun mulai mengamalkan anjuran
dari sahabatku itu, dan saran dari calon istriku Nadia. Dua-duanya menyarankan
pa daku agar banyak berdoa. Aku jadi ingat keistiqamahan Nabi Ibrahim yang
berdoa berpuluh-puluh tahun kepada Allah, “Rabbi habli minasshalihiin” agar
dikaruniai se orang anak yang saleh. Akhirnya istrinya yang divonis mandul bisa
memberinya ke turunan juga. Begitulah hebatnya doa. Aku pun mulai banyak berdoa
di setiap sujud.
Saat ziarah ke Masjid Sayyidina
Husain, aku bertawasul lewat makam cucu baginda Rasul, kuutarakan niatku agar
Allah melunakkan hati ibu. Aku mulai banyak bersedekah, hampir tiap pengemis
dan tu na wisma, kuberi sepeser dua peser pound yang aku punya, tak lupa
kuminta doa pada mereka.
“Tolong
doakan agar hati ibuku lunak, aku ingin menikah.”
“Amin.” Jawab para pengemis di
pinggir jalan itu. Aku shalat Hajad, Tahajud, dan Dhuha. Aku banyak beshalawat,
berzikir demi mendapat ridha ibuku. Karena kalau ibuku ridha, tentu Allah juga
ridha.
Semuanya adalah melalui dan minta
pada Allah. Aku tak kenal lelah. Satu bulan ke mudian aku pun memberanikan diri
me nelepon ke ibu. Setelah shalat Tahajud, aku mencabut handphone-ku dari
charger. Sebab kalau di Mesir jam setengah tiga, berarti di Indonesia sudah
setengah de lapan. Tentu ibuku sudah selesai masak pagi dan sedang santai di
depan rumah atau di ruang tamu.
(cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
Menurut kelompok kami, tema minor cerpen di atas
adalah ketuhanan. hal tersebut dibuktikan dengan adanya unsur-unsur keagamaan
di dalam cerpen tersebut selain unsur atau tema yang mendominasi. Pada kutipan
cerpen di atas, menceritakan usaha Musa untuk melunakkan hati ibunya agar
merestui hubungan percintaannya. Musa berusaha dengan mendekatan diri kepada
Allah dengan tekun beribadah, berdoa, sedekah dan lain sebagainya.
Tema ketuhanan pada kutipan cerpen di atas masih sangat
relevan sampai sekarang, karena dalam menggapai sebuah tujuan, di butuhkan juga
kekuatan doa. Tema ketuhanan di atas adalah bentuk hubungan antara manusia dan
Tuhannya. Manusia bertuhan akan tetap relevan hingga masa yang akan datang.
B. LATAR
Latar atau setting cerita dapat berperan untuk
menjelaskan atau menghidupkan peristiwa dalam isi cerita. Hal ini disebabkan
latar atau setting sangat berpengaruh bagi perilaku dan jiwa seorang tokoh.
Wiyatmi (2009 : 40) berpendapat bahwa latar memiliki
fungsi untuk memberikan konteks cerita. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
sebuah cerita terjadi dan dialami oleh tokoh disuatu tempat tertentu, pada
suatu masa, dan lingkungan masyarakat tertentu. Latar merupakan salah satu
unsur karya sastra yang keberadaannya menentukan isi dan jalan cerita sebuah
cerpen. Pada hal ini latar diartikan sebagai
keterangan tempat, waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya suatu
peristiwa dalam sebuah karya sastra khususnya cerpen.
Latar dibagi menjadi tiga,
yakni latar tempat, latar waktu dan latar suasana berdasarkan cerpen yang
dianalisis, kelompok kami menentukan beberapa tema yang sesuai dengan cerpen.
1.
Latar
Tempat
Menurut Aminuddin
(2002:69) latar tempat adalah
latar yang bersifat fisikal berhubungan dengan
tempat, misalnya kota Jakarta, daerah pedesaan, pasar, sekolah, dan lain-lain
yang tidak menuansakan apa-apa. Latar fisikal hanya terbatas pada sesuatu yang
bersifat fisik. Untuk memahami yang bersifat fisikal pembaca hanya cukup
melihat apa yang tersurat.
Berdasarkan uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa latar tempat adalah latar yang berhubungan secara
jelas yang menyangkut nama lokasi tempat terjadinya peristiwa secara konkret
dan dapat menunjukkan pada latar pedesaan, jalan, hutan, dan lain-lain.
Berikut beberapa kutipan cerpen Pedas Manis yang menujukkan latar
tempat.
1.
Saat
ziarah ke Masjid Sayyidina Husain, aku bertawasul lewat makam cucu baginda
Rasul, kuutarakan niatku agar Allah melunakkan hati ibu. Aku mulai banyak
bersedekah, hampir tiap pengemis dan tu na wisma, kuberi sepeser dua peser
pound yang aku punya, tak lupa kuminta doa pada mereka. (cerpen Pedas
Manis karya Daud Farma)
Latar tempat yang terdapat dalam kutipan diatas berada
di Masjid Sayyidina. Dibuktikan pada baris pertama kutipan tersebut. Latar
tersebut memperkuat tema minor pada cerpen tersebut yaitu tema Ketuhanan karena
latar tempat tersebut berada di tempat yang disakralkan umat muslim
2.
”Semuanya
adalah melalui dan minta pada Allah. Aku tak kenal lelah. Satu bulan ke mudian
aku pun memberanikan diri me nelepon ke ibu. Setelah shalat Tahajud, aku
mencabut handphone-ku dari charger. Sebab kalau di Mesir jam setengah tiga,
berarti di Indonesia sudah setengah de lapan. Tentu ibuku sudah selesai masak
pagi dan sedang santai di depan rumah atau di ruang tamu”. (cerpen Pedas
Manis karya Daud Farma)
Dari kutipan cerpen diatas
latar tempat tersebut berada di Mesir. Hal itu memperkuat tema Ketuhanan
karena, Mesir identik dengan Negara Islam
2.
Latar
Waktu
Menurut
Nurgiyantoro (2002:245) penggolongan waktu dalam sebuah cerita dapat
digolongkan menjadi tiga yaitu.
Lampau,
yang dapat berarti waktu yang
telah
lewat. Kini,
dapat berarti sekarang atau sedang berlangsung sekarang. Akan, dapat berarti
nanti, besok, lusa, dan lain-lain.
Berdasarkan
uraian latar waktu tersebut maka dapat disimpulkan bahwa waktu adalah sesuatu
yang berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam karya fiksi. Latar waktu dalam sebuah karya sastra dapat berupa latar
waktu nyata dan latar waktu tidak nyata.
Semuanya adalah
melalui dan minta pada Allah. Aku tak kenal lelah. Satu bulan ke mudian aku pun
memberanikan diri me nelepon ke ibu. Setelah shalat Tahajud, aku mencabut
handphone-ku dari charger. Sebab kalau di Mesir jam setengah tiga, berarti di
Indonesia sudah setengah delapan. Tentu ibuku sudah selesai masak pagi dan
sedang santai di depan rumah atau di ruang tamu. (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
Latar waktu pada kutipan tersebut menujukkan waktu malam menjelang pagi
di negara Mesir, sedangkan di indonesia sudah menujjukkan pukul setengah
delapan.
Berdasarkan cerpen Pedas Manis karya Daud Farma, latar waktu
digambarkan tidak terlalu spesifik dicantumkan dalam kalimat atau percakapan,
akan tetapi beberapa menunjjukan waktu yang dapat digambarkan oleh pembaca.
3.
Latar
Suasana
Latar suasana merupakan
penjelasan mengenai suasana saat peristiwa dalam dongeng terjadi. Suasana dapat berupa
suasana gembira, sedih, atau panik (Dewi, 2008 : 13). Latar suasana yang terdapat dalam cerpen Pedas Manis
adalah suasana gelisah dan bahagia, berikut kutipannya.
1.
“Musa,
dengar Mak baik-baik ya, mau presiden yang kamu suruh datang ke rumah untuk menyakinkan Mak, tidak
mempan, Musa, tidak mempan!”
Setelah
menelepon, aku murung, me nyen diri, menyepi, memojok di kamarku. Sudah tidak
mempan lagi aku menyakinkan ibu.
(cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
Dari kutipan diatas
didapati suasana yang sedih, yang dibuktikan dengan tokoh utama(Musa) yang
sedih karena orang tuanya belum merestui pilihan calon istrinya.
Latar suasana tersebut
sangat menunjang tema cerpen. Dari kutipan ceren tersebut sangat kental tema
sosialnya karena adanya interaksi antar tokoh yang merujuk kepada penolakan
dari keinginan tokoh utama(Musa).
2.
“Pulanglah,
Nak. Ayo kita melamar Nadia calon menantu, Mamak.”
“Hah?
Mamak serius?”
“Cepatlah
pulang selagi hati Mak sedang lunak.”
“Alhamdulillah
Ya Alllah. Terima kasih, Mak. Baiklah minggu depan aku pulang, mumpung sekarang
musim panas dan kami libur panjang.
“Sungguh
bukan main senangnya aku! Seakan dunia ini adalah milikku seorang!
(cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
Dari kutipan cerpen di atas mengandung latar suasana
bahagia. Isi kutipan cerpen di atas menceritakan kebahagiaan tokoh utama karena
ibunya akhirnya merestui ia untuk menikah dengan gadis yang ia pilih.
Latar
suasanya tersebut sangat mendukung penguatan tema yang di bawa, yaitu tema
sosial dan ketuhanan karena dalam kutipan tersebut terdapat interaksi sosial
yang berbau keagamaan yaitu setujunya ibu tokoh utama(Musa) untuk menikahi gadis yang telah ia pilih.
C.
ALUR
Alur merupakan rangkaian cerita yang dibentuk oleh
tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalani suatu cerita bisa berbentuk dalam
rangkaian peristiwa yang berbagai macam. Alur atau Plot ialah struktur
rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi
fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dari keseluruhan fiksi
“semi” (Aminudin).
Mengemukakan bahwa plot
ialah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan secara sebab akibat peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan
terjadinya peristiwa yang lain (Stanton “Dalam Nurgiyantoro”)
Stanton (1965: 14), mengemukakan
plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa lain.
Dalam cerpen Pedas Manis karya Daud
Farma, kelompok kami berhasil menemukan bahwa cerpen tersebut beralur
yakni alur campuran,
atau alur yang memiliki cerita campuran antara alur maju dan mundur.
Di buktikan pada :
1.
Setiap
aku menelepon ke kampung, aku coba menyakinkan ayah dan ibu. Sebenar nya ayah
dan ibu setuju kalau aku menikah dengan sesegera mungkin, malah mereka senang
kalau memang aku benar-benar mampu. Namun, yang membuat mereka tidak setuju
adalah aku menikah dengan gadis Jawa pilihanku.
“Janganlah
orang Jawa, nanti dia tidak mau tinggal di Aceh Tenggara. Nanti kamu ditahan
mertuamu di tanah Jawa. Aku tidak mau di usia senja kamu tidak ada di kam pung.
Sudahlah waktu muda jauh, saat tua ber jauhan pula. Mak tidak setuju!” Ibu
mengkhawatirkan itu, sementara ayah pu nya alasan yang lain.
(cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
Menurut
kelompok kami, kutipan cerpen di atas mengindikasikan bahwa cerpen teresebut
memiliki bagian yang beralur mudur karena di awal paragraph terdapat kata
“setiap” yang artinya tidak hanya terjadi pada saat itu juga, namum terjadi di
kejadian-kejadian sebelumnya.
2.
“Musa, dengar Mak baik-baik ya, mau
presiden yang kamu suruh datang ke rumah untuk menyakinkan Mak, tidak mempan,
Musa, tidak mempan!”
Setelah
menelepon, aku murung, me nyen diri, menyepi, memojok di kamarku. Sudah tidak
mempan lagi aku menyakinkan ibu.
Sepekan
kemudian, aku turun dari lantai empat untuk membeli buah-buahan. “Ku rus sekali sekarang ya, Musa” saha bat ku
heran melihat mukaku yang lesu. Ba danku kurus kering. (cerpen Pedas
Manis karya Daud Farma)
Menurut
kelompok kami, kutipan cerpen di atas mengindikasikan bahwa cerpen tersebut
memiliki alur maju yang di tandai dengan adanya frasa “setelah menelpon” dan
“sepekan kemudian” yang menandakan berjalannya waktu atau ceritanya bergerak
maju.
Dari
kedua kutipan cerpen di atas, kelompok kami berpendapat bahwa cerpen tersebut
memiliki alur campuran yaitu alur yang di dalamnya terhadap alur maju dan alur
mundur.
Hal
tersebut mempengaruhi terhadap penguatan tema cerpen karena dengan adanya
variasi kepenulisan alur, yang di dalam cerpen tersebut menempatkan dua laur
membuat cerita lebih variatif dan membuat akhir cerita lebih mengejutkan,
sehingga tema yang di tonjolkan pada cerpen tersebut dapat berkembanh dengan
baik.
D.
TOKOH PENOKOHAN
Tokoh adalah pelaku yang mengemban
peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu
cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita (Aminudin,
2002:79).
Tokoh merupakan orang-orang yang ditampilkan
dalam suatu karya naratif atau drama oleh pembaca kualitas moral dan
kecenderungan-kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan
dan dilakukan dalam tindakan.
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang
seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1995:165).
Penokohan atau perwatakan ialah
pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang
dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya,
dan sebagainya.
1.
Jenis tokoh
berdasarkan peran pentingnya
Apabila kita melihat tokoh-tokoh dalam cerpen tersebut, kelompok
kami berhasil mengetahui bahwa tokoh utama dari cerpen tersebut adalah yakni
Musa. Dalam hal penokohan tokoh utama merupakan tokoh yang memegang peranan
penting. Tokoh utama selalu berhu bungan dengan tokoh pendukungnya.
Dalam cerpen tersebut, tokoh yang paling banyak berhubungan dengan
tokoh lain adalah Musa. Musa sebagai tokoh utamalah yang paling banyak
berhubungan dengan tokoh lain yakni Ibu, Bumbunk, sahabat musa, dan Ayah
·
Interaksi
antara Musa dan ibu
“Apa kabar kamu anakku, Musa? Sudah lama tidak menelepon. Ada apa?
Ibu rindu kamu, nak.”
“Ya, Mak, Musa juga rindu. Musa sehat, Mak.” Belum sempat aku
memulai topic tentang menikah, ibuku sudah memulainya.
“Pulanglah, Nak. Ayo kita
melamar Nadia calon menantu, Mamak.”
“Hah? Mamak serius?”
“Cepatlah pulang selagi hati Mak sedang lunak.”
“Alhamdulillah Ya Alllah. Terima kasih, Mak. Baiklah minggu depan
aku pulang, mumpung sekarang musim panas dan kami libur panjang. (cerpen Pedas
Manis karya Daud Farma)
·
Interaksi
antara Musa dan Bumbunk (adiknya)
“Bang, telepon ke nomor Mamak. Ada yang ingin Mamak bicarakan.” Aku
sangat ba hagia membaca pesan dari adikku itu. Karena husnuzanku adalah ibu
sudah se tuju berkat bantuan Bambkhu-ku (adikku). (cerpen Pedas
Manis karya Daud Farma)
·
Interaksi
antara Musa dan sahabatnya
“Aku bukan sengaja diet. Ini semua karena aku ingin menikah.”
“Kalau mau menikah yang banyak-ba nyaklah makan. Makan sup daging,
beli daging unta.”
“Gimana mau makan daging? Semen tara ibuku saja belum setuju?”
“Loh kenapa?”
“Masalah keluarga, akhi.”
“Oh gitu, saran ana, antum banyakin doa, sedekah, dan Tahajud.
Supaya hati ibu luluh. Percayalah, doa dapat menembus penghalang apa pun, apalagi
hati.”
(cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
·
Interaksi
antara Musa dan Ayah
Tiba-tiba kudengar suara ayahku dari kursi duduk belakang. “Udah,
Mamakmu me mang begitu, usah disahuti. Nanti kalau dia sudah bosan mengomel dia
akan ber henti sendiri.” Kami pun tiba di Bandara Abdurrahman Saleh, kulihat
ibu diam.
(cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
Menurut
kelompok kami, tokoh-tokoh tersebut berperan dalam membangun dan memperkuat
tema pada cerpen tersebut. Karena, setiap tokoh memiliki peran dalam membuat
cerita lebih menarik sehingga tema pokok dalam cerpen tersebut mampu terangkat
2.
Jenis tokoh
berdasarkan fungsi penampilan tokoh
Pada cerpen Pedas Manis karya Daud Farma ini, terdapat banyak tokoh
protagonis, bahkan sama sekali tidak ada tokoh antagonisnya. Adapun tokoh
protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah
satu jenisnya secara populer disebut hero tokoh yang merupakan pengejawantahan
norma-norma nilai-nilai yang ideal bagi kita (Altenbernd & Lewis, 1966:59;
Baldic, 2001:112).
E. SARANA CERITA
Pengertian
Sarana Cerita menurut Stanton (2012:46) adalah metode pengarang memilih
dan menyusun detail-detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna.
Dengan tujuan penggunaan sarana cerita agar pembaca dapat melihatfakta cerita
melalui kacamata tokoh yang dibuat pengarang.
1. Gaya Bahasa
Dalam sastra, gaya adalah cara
pengarang dalam menggunakan bahasa. Gaya bahasa merupakan
cara pengarang mengungkapkan pemikiran atau ide melalui bahasa bahasa-bahasa
yang khas di dalam tulisannya. Dalam sebuah cerpen gaya bahasa sangat menarik
untuk dipelajari karena gaya bahasa bisa menjadi ciri khas tersendiri yang
menggambarkan kepribadian setiap penulisnya. Setiap pengarang memiliki bahasa
khasnya untuk melukiskan peristiwa-peristiwa lewat media bahasa, seperti jenis
bahasa yang digunakan dalam menyampaikan gagasan, ide, dan perasaannya.
Dalam
cerpen Pedas Manis karya Daud Farma terdapat lebih dari satu gaya bahasa/majas
yang digunakan.
Setelah menelepon, aku
murung, menyendiri, menyepi, memojok di kamarku. Sudah tidak mempan lagi aku
menyakinkan ibu. (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
Pada kutipan cerpen
diatas mengandung majas aliterasi. Majas aliterasi berupa
perulangan konsonan yang sama. Dalam
kutipan carpen tersebut, terdapat gaya bahasa
yang berwujud perulangan konsonan yang sama yaitu diawali dengan huruf konsonan
m pada kata murung, menyendiri, menyepi, memojok. Kutipan tersebut menjelaskan
keadaan Musa yang sedih dan gelisah setelah mengetahui bahwa dirinya tidak bisa
menyakinkan ibunya.
Ada manis-manisnya saat
mereka tersenyum, persis seperti Nadia saat mengunggah fotonya di akun
Instagram. (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
Pada
kutipan cerpen diatas mengandung majas perumpamaan atau simile. Perumpamaan
atau simile adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang
sengaja kita anggap sama. Kata-kata yang umum digunakan sebagai ciri penanda
perumpamaan/simile adalah ibarat, seperti, bak, sebagai, umpama, laksana,
penaka, dan serupa. Dalam kutipan carpen tersebut, Musa melihat senyuman manis
dari ustazah-ustazahnya yang dianggap sama dengan Nadia gadis pilihannya,
karena keduanya dari Jawa.
Entah karena
malu atau saking putihnya, sepertinya di sentuh angin pun akan memerah.
(cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
Pada
kutipan cerpen diatas mengandung majas perumpamaan atau simile. Perumpamaan
atau simile adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang
sengaja kita anggap sama. Kata-kata yang umum digunakan sebagai ciri penanda
perumpamaan/simile adalah ibarat, seperti, bak, sebagai, umpama, laksana,
penaka, dan serupa. Dalam kutipan carpen tersebut, Musa melihat pipi Nadia
calon istrinya yang mulai memerah, entah karena malu atau sangking putihnya
jika terkena angin pun akan memerah.
Berdasarkan
uraian analisis kutipan cerpen “Pedas Manis” karya Daud Farma, antara gaya
bahasa dan tema saling saling mendukung. Gaya bahasa yang dipakai dalam cerpen
ini adalah majas aliterasi dan perumpamaan. Hal ini juga mendukung tema mayor
dan tema sosial, karena
terjadi
interaksi
antara
tokoh
utama
yaitu Musa dan
tokoh
sampingan
seperti
Ibu
dan
adik.
Percakapan
tersebut
bercerita
tentang
ibu yang tidak
setuju
terhadap colon istri
musa
yang berasal
dari
jawa.
Alasan
Ibu
musa
adalah
karena
ibunya
tidak
mau
jika
anaknya
sudah
berusia
senja
tidak
berada di kampung halamannya.
2.
Simbol
Simbol
adalah konsep yang berada di dunia ide atau pikiran kita (Chaer, 2002:38).
Simbol merupakan tanda yang memilliki hubungan makna dengan yang ditandakan
bersifat arbitrer, sesuai dengan konveksi suatu lingkungan sosial tertentu.
Dalam suatu karya pengarang menggunakan simbol-simbol yang berupa judul, kata,
kalimat, nama tokoh, dan bisa juga dalam bentuk peristiwa.
·
Judul (Pedas Manis)
Pada
kutipan cerpen “Pedas Manis” karya Daud Farma sebagai berikut.
“Janganlah
orang Jawa, nanti dia tidak mau tinggal di Aceh Tenggara. Nanti kamu ditahan
mertuamu di tanah Jawa. Aku tidak mau di usia senja kamu tidak ada di kampung.
Sudahlah waktu muda jauh, saat tua berjauhan pula. Mak tidak setuju!”
“Musa,
dengar Mak baik-baik ya, mau presiden yang kamu suruh datang ke rumah untuk
menyakinkan Mak, tidak mempan, Musa, tidak mempan!”
(cerpen Pedas Manis karya Daud Farma).
Berdasarkan kutipan
cerpen tersebut, kita dapat mengetahui bahwa pengarang memberikan judul “Pedas”
dalam artian di sini, yaitu tentang perjuangan Musa dalam menyakinkan ibunya
terhadap gadis Jawa yang dipilihnya. Akan tetapi, ibunya melakukan penolakan
berupa ketidaksetujan Musa yang ingin melamar Nadia. Ketika, kata-kata ibunya
yang merupakan ungkapan penolakan, itulah yang membuat Musa putus asa tidak
mampu lagi menyakinkan ibunya.
Pada kutipan cerpen
“Pedas Manis” karya Daud Farma sebagai berikut.
“Pulanglah, Nak. Ayo kita melamar Nadia calon menantu, Mamak.”
“Hah?
Mamak serius?”
“Cepatlah
pulang selagi hati Mak sedang lunak.”
“Alhamdulillah
Ya Alllah. Terima kasih, Mak. Baiklah minggu depan aku pulang, mumpung sekarang
musim panas dan kami libur panjang.
“Sungguh
bukan main senangnya aku! Seakan dunia ini adalah milikku seorang!
(cerpen Pedas Manis karya Daud Farma).
Berdasarkan
kutipan cerpen tersebut, kita dapat mengetahui bahwa pengarang memberikan judul
“Manis” dalam artian di sini, yaitu tentang perjuangan Musa yang dapat merdeka
dengan mampu menyakinkan ibunya, saat kedua keluarganya tidak lagi
merasa asing dan berselisih soal adat dan suku. Perjuangaanya berakhir manis
dapat menikah dengan Nadia seorang gadis Jawa yang dulu menjadi kekasihnya.
Berdasarkan uraian analisis kutipan
cerpen “Pedas Manis” karya Daud Farma, antara simbol dan tema saling mendukung.
Analisis simbol bahasa diatas mendukung tema mayor yang terdapat dalam cerpen
tersebut. Yang
berawal dari cerita
Musa tentang
ibunya yang tidak
setuju
terhadap colon istrinya
yang berasal
dari
jawa.
Alasan
Ibu
musa
adalah
karena
ibunya
tidak
mau
jika
anaknya
sudah
berusia
senja
tidak
berada di kampung halamanya. Akan tetapi, akhirnya perjuangan Musa dapat merdeka karena
mampu menyakinkan ibunya dan menikah dengan Nadia seorang gadis
Jawa yang dulu menjadi kekasihnya.
Komentar
Posting Komentar