ANALISIS CERPEN ‘PEDAS MANIS’ KARYA DAUD FARMA



ANALISIS CERPEN ‘PEDAS MANIS
KARYA DAUD FARMA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Apresiasi Prosa



Disusun Oleh:
1)      Farhan Taufiqur Rachman      180210402009
2)      Saifana Hwuaida Eldifany     180210402028
3)      Intan Nur Indasa Fitri             180210402030




Dosen Pengampu:
Siswanto, S.Pd., M.A.






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019









“Pedas Manis”
Kawan, aku punya sudut pan dang yang berbeda soal merdeka. Kutahu bah wa merdeka yang ka mu maksud hari ini ada lah merdeka dari jajahan Belanda atas negeri kita Indonesia dan aku pun mengakui dan bahagia dengan kemer dekaan kita.
Akan tetapi, ini adalah soal individual. Sampai hari ini, aku belum merdeka karena belum mampu meyakinkan ibuku. Aku ingin sekali menikah. Ingin punya istri dan keturunan. Namun, kata ayah dan ibu, aku mesti selesai kuliah minimal strata satu.
Hal ini tentu tidak sesuai dengan ke ada an dan hasratku yang ingin segera menikah, pa dahal aku sendiri ‘merasa’ yakin, sanggup lahir dan batin. Aku yakin aku bisa meng hidupi rumah tanggaku nantinya.
Setiap aku menelepon ke kampung, aku coba menyakinkan ayah dan ibu. Sebenar nya ayah dan ibu setuju kalau aku menikah dengan sesegera mungkin, malah mereka senang kalau memang aku benar-benar mampu. Namun, yang membuat mereka tidak setuju adalah aku menikah dengan gadis Jawa pilihanku.
“Janganlah orang Jawa, nanti dia tidak mau tinggal di Aceh Tenggara. Nanti kamu ditahan mertuamu di tanah Jawa. Aku tidak mau di usia senja kamu tidak ada di kam pung. Sudahlah waktu muda jauh, saat tua ber jauhan pula. Mak tidak setuju!” Ibu mengkhawatirkan itu, sementara ayah pu nya alasan yang lain.
“Bang, telepon ke nomor Mamak. Ada yang ingin Mamak bicarakan.” Aku sangat ba hagia membaca pesan dari adikku itu. Karena husnuzanku adalah ibu sudah se tuju berkat bantuan Bambkhu-ku (adikku). Ah, tidak sia-sia aku minta tolong pada Bam bkhu. Aku pun menelepon ibu. Setelah aku jawab salam dari ibu, kukira kata-kata setuju menghampiri telingaku, eh tahunya:
“Musa, dengar Mak baik-baik ya, mau presiden yang kamu suruh datang ke rumah untuk menyakinkan Mak, tidak mempan, Musa, tidak mempan!”
Setelah menelepon, aku murung, me nyen diri, menyepi, memojok di kamarku. Sudah tidak mempan lagi aku menyakinkan ibu.
Sepekan kemudian, aku turun dari lantai empat untuk membeli buah-buahan. “Ku   rus sekali sekarang ya, Musa” saha bat ku heran melihat mukaku yang lesu. Ba danku kurus kering.
Niatku beli buah-buahan ialah agar badanku kembali segar dan kuat. Kawanku ini sudah punya anak satu. Dia juga istrinya bukan orang Aceh. Istrinya orang Kaliman tan. Dia sudah punya anak satu, perem puan. Aku pun curhat pada sahabatku itu.
“Aku bukan sengaja diet. Ini semua karena aku ingin menikah.”
“Kalau mau menikah yang banyak-ba nyaklah makan. Makan sup daging, beli daging unta.”
“Gimana mau makan daging? Semen tara ibuku saja belum setuju?”

“Loh kenapa?”
“Masalah keluarga, akhi.”
“Oh gitu, saran ana, antum banyakin doa, sedekah, dan Tahajud. Supaya hati ibu luluh. Percayalah, doa dapat menembus penghalang apa pun, apalagi hati.”
Aku pun mulai mengamalkan anjuran dari sahabatku itu, dan saran dari calon istriku Nadia. Dua-duanya menyarankan pa daku agar banyak berd
oa. Aku jadi ingat keistiqamahan Nabi Ibrahim yang berdoa berpuluh-puluh tahun kepada Allah, “Rabbi habli minasshalihiin” agar dikaruniai se orang anak yang saleh. Akhirnya istrinya yang divonis mandul bisa memberinya ke turunan juga. Begitulah hebatnya doa. Aku pun mulai banyak berdoa di setiap sujud.
Saat ziarah ke Masjid Sayyidina Husain, aku bertawasul lewat makam cucu baginda Rasul, kuutarakan niatku agar Allah melunakkan hati ibu. Aku mulai banyak bersedekah, hampir tiap pengemis dan tu na wisma, kuberi sepeser dua peser pound yang aku punya, tak lupa kuminta doa pada mereka.
“Tolong doakan agar hati ibuku lunak, aku ingin menikah.”
“Amin.” Jawab para pengemis di pinggir jalan itu. Aku shalat Hajad, Tahajud, dan Dhuha. Aku banyak beshalawat, berzikir demi mendapat ridha ibuku. Karena kalau ibuku ridha, tentu Allah juga ridha.
Semuanya adalah melalui dan minta pada Allah. Aku tak kenal lelah. Satu bulan ke mudian aku pun memberanikan diri me nelepon ke ibu. Setelah shalat Tahajud, aku mencabut handphone-ku dari charger. Sebab kalau di Mesir jam setengah tiga, berarti di Indonesia sudah setengah de lapan. Tentu ibuku sudah selesai masak pagi dan sedang santai di depan rumah atau di ruang tamu.
“Apa kabar kamu anakku, Musa? Sudah lama tidak menelepon. Ada apa? Ibu rindu kamu, nak.”
“Ya, Mak, Musa juga rindu. Musa sehat, Mak.” Belum sempat aku memulai topik tentang menikah, ibuku sudah memulainya.
 “Pulanglah, Nak. Ayo kita melamar Nadia calon menantu, Mamak.”
“Hah? Mamak serius?”
“Cepatlah pulang selagi hati Mak sedang lunak.”
“Alhamdulillah Ya Alllah. Terima kasih, Mak. Baiklah minggu depan aku pulang, mumpung sekarang musim panas dan kami libur panjang.
“Sungguh bukan main senangnya aku! Seakan dunia ini adalah milikku seorang!
Seakan aku baru merdeka dari jajahan Belanda atas Indonesia! Tidak dapat ku gam barkan kebahagiaanku yang sebentar lagi jadi pengantin dan meminang gadis Ja wa. Soal kenapa aku suka gadis Jawa? Ti dak lah sesingkat aku mengenal Nadia ka rena buku. Namun, memang sejak aku ma sih kelas satu SMP dulu, sejak aku sudah umur belasan, aku telah kagum pada gadis Jawa.
Ada bebarapa faktor. Pertama, karena us tazah-ustazahku yang dari Jawa kulihat ciri kecantikannya berbeda. Ada manis-ma nis nya saat mereka tersenyum, persis seperti Nadia saat mengunggah fotonya di akun Instagram. Kedua, karena tutur kata nya yang menurutku amat lembut, tidak te rasa keras dan kasar seperti orang Sumatra pa da umum nya, meskipun memang orang Su mat ra adalah kebanyakan Melayu. Kami orang Kuta Cane, Aceh Tenggara, jugalah mi ripmirip cara bertutur kata orang melayu.
Ketiga, karena memang aku ingin ber beda dengan abang-abangku yang semua nya menikah dengan satu daerah, desanya dekat-dekat pula. Aku sendiri ingin punya istri orang jauh. Dulu tahun pertama sam pai di Al-Azhar Mesir, aku ingin sekali istri ku orang Mesir. Namun, sulit untuk di mungkinkan karena orang Mesir seleranya tinggi! Aku penuh kekurangan, hitam, ku rus, dan pesek.
Hanya satu modalku, yaitu tinggiku. Sepekan kemudian aku pun pulang ke Aceh Tenggara. Aku disambut keluargaku begitu is timewa sehingga rumah kami penuh. Sepertinya ibu mengundang satu desa keru mah. Sedangkan aku tidak bawa oleh-oleh apa pun, hanya bawa badan dan pakaianku dalam tas rensel. Padahal ini adalah hari pulang pertama kali setelah tiga tahun belajar di Mesir. Dua hari di rumah, aku, ayahku, ibuku, bambkhuku datang ke Jawa untuk melamar Nadia.
“Kenapalah jauh kali ke Jawa jodohmu, Musa?”
“Mak, usahlah ditanya lagi. Katanya Mamak sudah setuju.”
“Ya Mamak sudah setuju, tapi kenapa mesti orang Jawa? Orang Kuta Cane kan banyak Nak?”
“Banyak, tapi tidak seperti Nadia, Mak.”
“Apanya yang tidak seperti Nadia?”
“Rupanya, alisnya, senyumnya, putihnya, hidungnya, matanya,”
“Emang kamu pernah ketemu dengan Nadia sebelumnya?”
“Belum pernah, tapi kan aku sudah tunjukkan fotonya ke, Mamak.”
“Nak, zaman sekarang masih percaya sama foto. Sekarang ini semuanya palsu, tidak ada yang asli. Memanglah fotonya yang cantik pula dia pilih untuk dikirim ke kamu agar kamu tergoda.”
“Mak, tidak boleh buruk sangka, kuya kin aslinya lebih cantik, Mak.”
Tiba-tiba kudengar suara ayahku dari kursi duduk belakang. “Udah, Mamakmu me mang begitu, usah disahuti. Nanti kalau dia sudah bosan mengomel dia akan ber henti sendiri.” Kami pun tiba di Bandara Abdurrahman Saleh, kulihat ibu diam.
Ibuku mengikuti jejak langkah kami. Walaupun senyumnya belum manis. Aku mengikuti rute sesuai dengan yang Nadia berikan. Benar memang, aku belum pernah ketemu Nadia, tapi aku yakin dia tidak berbohong, soal lamaranku ini sudah aku pastikan akan diterima ayahnya 100 persen. Karena memang Nadialah yang memaksaku agar segera menikahinya dan dia sudah memberi tahu ayahnya terlebih dahulu.
Awal mengapa aku bisa kenal dengan Nadia adalah karena buku. Dia meresensi bu kuku yang diadakan oleh penerbit. Dia lah juara satunya. Mengapa aku bisa ja tuh cin ta padanya? Karena dia adalah kriteria ku. Dia suka membaca dan dia jugalah suka me nulis, dan satu lagi dia kuliah kedokteran.
Ingin sekali aku punya istri seorang dok ter. Alasan mengapa dia suka padaku? Hus nuzanku adalah karena dia suka tulisanku. Kedua, karena aku kuliah di Al-Azhar. Na mun, aku sering beralasan lain saat dia ta nya mengapa aku bisa jatuh cinta padanya.
Tidak berapa lama kami pun sampai di Kampung Pakis, taksi yang kami tumpangi tiba di depan rumah Nadia yang di pinggir jalan. Kami disambut oleh keluarga Nadia. Sambutan yang luar biasa, santun, ramah, indah, dan bahagia. Ayah dan bambkhuku du duk di ruang tamu. Aku dan ibu diper silakan masuk ke dalam kamar kosong yang sudah disediakan. Ibu lelah dan ia baringan, tiba-tiba ibu bicara setelah kian lama ia membisu sejak dari bandara tadi.
“Ramah betul orang Jawa, Nak. Tidak sia-sia kamu cari istri orang Jawa.” Alhamdulillah, komentar pertama ibuku begitu mantap.
Itu adalah pertanda hatinya makin lunak karena terkesan dengan tutur kata keluarga Nadia, itulah kesan pertama ibu. Aku pun langsung menelepon Nadia, aku belum melihatnya, padahal aku sudah ada di dalam rumahnya. Tadi waktu di taksi aku chating-an dengannya minta diarahkan ke alamat rumahnya, sebenarnya sopir taksi sudah tahu. Teleponku tidak dia angkat.
“Dik, kamu di mana? Aku sudah sampai di rumahmu.” Pesanku via Whatsapp.
“Ini aku di kamarku, Mas. Persis di samping kamar yang Mas tempati.”
“Keluarlah kalau begitu.”
“Aku malu, Mas.”
Keluarga Nadia adalah gologan me ne ngah atas dari segi ekonomi. Rumahnya luas dan mewah, tapi aku datang kemari bukan karena ekonominya, tapi memang karena cinta. Dia adalah Nadia. Namun, bukannya disambut, dia malah bersembunyi.
Timbul dalam hati ada niat ingin menghukumnya nanti kalau sudah suamiistri. Seperti hukuman: harus membuat kanku minuman jus selama seminggu. Ka rena memang mestinya kalau ada tamu ha ruslah dia yang menghidangkanku minum an. Oh iya, mungkin karena belum halal, jadi dia punya alasan untuk bersembunyi.
Setelah satu jam istirahat, acara lamar an pun digelar di ruang tamu. Aku dan ke luar gaku sudah berada di ruang tamu, de mi kian juga keluarga Nadia. Terkecuali Na dia yang belum hadir. Sebelum pembica ra an dimulai, ibunya memanggilnya dan Na dia pun keluar dari kamarnya. Kulihat, ma sya Allah, bukan main indahnya ciptaan Allah.

Dia keluar dengan pakaian jilbaber, ke rudung cokelat, tampak ayu! Foto cantik yang dia kirim dikalahkan dengan yang aslinya. Sekarang aku makin mengakui kecantikan gadis Jawa yang satu ini! Yang sebentar lagi bakal jadi calon istriku! Ibuku langsung berdiri, memeluk dan mencium kedua belah pipi Nadia calon menantunya. Kulihat pipi Nadia mulai memerah, padahal ibuku tidak memakai lipstik. Entah karena malu atau saking putihnya, sepertinya di sen tuh angin pun akan memerah.
“Duh, cantiknya kamu, Nak!” komentar kedua ibuku sewaktu mencium Nadia.
“Astaghfirullah..” ucapku menyadarkan lamunanku karena menatap wajahnya. Bu kan main indahnya! Tidak patut kuse but kan dan kugambarkan bentuk kecantikan perempuan salehah yang jadi istriku ini sehingga aku berpikir ingin menyuruhnya bercadar, agar aku tidak cemburu sepanjang waktu karena akan banyak lelaki yang memandang wajahnya!
 “Kami rasa tidak perlu lagi acara khit bah, langsung saja menikah. Jadi, keluarga dari mempelai laki-laki tidak repot pulang pergi ke Aceh.” Begitu saran terbaik ke luarga Nadia.
“Kami senang dan setuju.” Sahut ibuku dengan segera.
Aku peluk ibuku, aku sujud syukur men de ngar komentar ibuku. Bukan main se nang nya hati ini. Hari itu aku merasa be nar-benar merdeka. Kau tahu, Kawan? Merdeka bagiku adalah saat aku mampu menyakinkan ibuku, saat aku mampu merangkul dua pulau; Jawa dan Sumatra, saat kedua keluarga kami tidak lagi merasa asing dan berselisih soal adat dan suku, saat aku bisa menyatukan dua rasa; pedas dan manis. Merdeka itu adalah saat aku akhir nya menikah denganmu duhai kekasihku, istriku, Nadia.

A.    TEMA
            Tema adalah salah satu unsur intrinsik pembangun cerita dalam sebuah cerpen. Tema merupakan unsur yang sangat penting dalam sebuah cerpen karena tema adalah dasar bagi seorang pengarang untuk mengembangkan suatu cerita. Istilah tema menurut Scharbach berasal dari bahasa Latin yang berarti “tempat meletakkan suatu perangkat”. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.
            Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia (2004, hlm. 803) bahwa tema adalah gagasan, ide pokok, atau pokok persoalan yang menjadi dasar cerita. Peniliti dapat menyimpulkan bahwa tema merupakan suatu ide pokok yang menjadi dasar diciptanya suatu cerita.
Jenis-jenis tema terdiri dari 3 macam, yaitu :
1.      Berdasarkan pokok pembicaraannya.
Berdasarkan pokok pembicaraannya cerpen Pedas Manis karya Daud Farma yang pernah diterbitkan secara daring oleh Kompas mengambil dua tema, yakni tema sosial
 “Janganlah orang Jawa, nanti dia tidak mau tinggal di Aceh Tenggara. Nanti kamu ditahan mertuamu di tanah Jawa. Aku tidak mau di usia senja kamu tidak ada di kam pung. Sudahlah waktu muda jauh, saat tua ber jauhan pula. Mak tidak setuju!” Ibu mengkhawatirkan itu, sementara ayah pu nya alasan yang lain.
“Bang, telepon ke nomor Mamak. Ada yang ingin Mamak bicarakan.” Aku sangat ba hagia membaca pesan dari adikku itu. Karena husnuzanku adalah ibu sudah se tuju berkat bantuan Bambkhu-ku (adikku). Ah, tidak sia-sia aku minta tolong pada Bam bkhu. Aku pun menelepon ibu. Setelah aku jawab salam dari ibu, kukira kata-kata setuju menghampiri telingaku, eh tahunya:
“Musa, dengar Mak baik-baik ya, mau presiden yang kamu suruh datang ke rumah untuk menyakinkan Mak, tidak mempan, Musa, tidak mempan!” (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
            Kelompok kami menyimpulkan bahwasanya cerpen tersebut bertema sosial, karena terjadi interaksi antara tokoh utama yaitu Musa dan tokoh sampingan seperti Ibu dan adik. Percakapan  tersebut bercerita tentang ibu yang tidak setuju terhadap colon istri musa yang berasal dari jawa. Alasan Ibu musa adalah karena ibunya tidak mau jika ananknya sudah berusia senja tidak berada di kampung halamannya.
            Tema sosial yang berada di dalam cerpen tersebut utamanya dalam kutipan di atas, menurut kelompok kami kurang relevan dengan kondisi saat ini. Karena, pada kutipan cerpen di atas masih terasa kental unsur tradisionalnya. Seperti, menghawatirkan anaknya yang akan mengikuti adat jawa ketika menikah nanti yaitu menetap di daerah istrinya. Jika berbicara jauhnya jarak di masa modern saat ini, tentu bukanlah menjadi masalah utama karena banyak sekali fasilitas trasnportasi yang lebih cepat dan memudahkan penggunnya.
2.      Berdasarkan ketradisiannya
Hal ini berkaitan dengan tradisi adan kepercayaan masyarakat. Di dalam tema jenis ini sangat berkaitan dengan kejahatan dan kebenaran. Pada umumnya disukai masyarakat karena kebanyakan manusia memang menyukai kebenaran dan membenci kejahatan.
Dia keluar dengan pakaian jilbaber, ke rudung cokelat, tampak ayu! Foto cantik yang dia kirim dikalahkan dengan yang aslinya. Sekarang aku makin mengakui kecantikan gadis Jawa yang satu ini! Yang sebentar lagi bakal jadi calon istriku! Ibuku langsung berdiri, memeluk dan mencium kedua belah pipi Nadia calon menantunya. Kulihat pipi Nadia mulai memerah, padahal ibuku tidak memakai lipstik. Entah karena malu atau saking putihnya, sepertinya di sen tuh angin pun akan memerah.
“Duh, cantiknya kamu, Nak!” komentar kedua ibuku sewaktu mencium Nadia.
“Astaghfirullah..” ucapku menyadarkan lamunanku karena menatap wajahnya. Bukan main indahnya! Tidak patut kusebutkan dan kugambarkan bentuk kecantikan perempuan salehah yang jadi istriku ini sehingga aku berpikir ingin menyuruhnya bercadar, agar aku tidak cemburu sepanjang waktu karena akan banyak lelaki yang memandang wajahnya!
 “Kami rasa tidak perlu lagi acara khit bah, langsung saja menikah. Jadi, keluarga dari mempelai laki-laki tidak repot pulang pergi ke Aceh.” Begitu saran terbaik ke luarga Nadia.
“Kami senang dan setuju.” Sahut ibuku dengan segera.
Aku peluk ibuku, aku sujud syukur men de ngar komentar ibuku. Bukan main senangnya hati ini. Hari itu aku merasa be nar-benar merdeka. Kau tahu, Kawan? Merdeka bagiku adalah saat aku mampu menyakinkan ibuku, saat aku mampu merangkul dua pulau; Jawa dan Sumatra, saat kedua keluarga kami tidak lagi merasa asing dan berselisih soal adat dan suku, saat aku bisa menyatukan dua rasa; pedas dan manis. Merdeka itu adalah saat aku akhir nya menikah denganmu duhai kekasihku, istriku, Nadia (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
Berdasarkan ketradisiannya, kelompok kami menyimpulkan bahwasanya cerpen tersebut bertema tradisional, karena cerita berakhir sesuai keinginan pembaca. Dari cerpen diatas bercerita tentang kisah cinta Musa dan calon istrinya yang terhalang jarak dan restu orang tuanya. Namun dengan beribadah dan berdoa pada akhirnya hati ibu musa luluh dan merestui .
Menurut kelompok kami, cerpen di atas masih relevan jika di korelasikan pada keadaan saat ini. Dari cerpen di atas mengandung pesan bahwasanya, degan mendekatkan diri kepada Allah dan disertai berdoa dapat mewujudkan keinginan seperti pada cerpen tersebut musa yang berdoa agar hati ibunya luluh.
3.      Berdasarkan Cakupannya.
a.       Tema Pokok (Mayor)
Tema mayor atau pokok merupakan tema yang mengandung makna pokok atau utama dalam suatu cerita yang menjadi gagasan umum karya sastra dan tidak hanya terdapat dalam bagian tertentu saja. Bisa dikatakan terdapat dalam keseluruhan bagian cerita suatu karya sastra.
“Janganlah orang Jawa, nanti dia tidak mau tinggal di Aceh Tenggara. Nanti kamu ditahan mertuamu di tanah Jawa. Aku tidak mau di usia senja kamu tidak ada di kam pung. Sudahlah waktu muda jauh, saat tua ber jauhan pula. Mak tidak setuju!” Ibu mengkhawatirkan itu, sementara ayah pu nya alasan yang lain.
“Bang, telepon ke nomor Mamak. Ada yang ingin Mamak bicarakan.” Aku sangat ba hagia membaca pesan dari adikku itu. Karena husnuzanku adalah ibu sudah se tuju berkat bantuan Bambkhu-ku (adikku). Ah, tidak sia-sia aku minta tolong pada Bam bkhu. Aku pun menelepon ibu. Setelah aku jawab salam dari ibu, kukira kata-kata setuju menghampiri telingaku, eh tahunya:
“Musa, dengar Mak baik-baik ya, mau presiden yang kamu suruh datang ke rumah untuk menyakinkan Mak, tidak mempan, Musa, tidak mempan!” (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)

b.      Tema Tambahan (Minor)
Tema minor atau tambahan merupakan tema pendukung yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu saja. Tidak seperti tema mayor yang dapat mencakup keseluruhan cerita.
Aku pun mulai mengamalkan anjuran dari sahabatku itu, dan saran dari calon istriku Nadia. Dua-duanya menyarankan pa daku agar banyak berdoa. Aku jadi ingat keistiqamahan Nabi Ibrahim yang berdoa berpuluh-puluh tahun kepada Allah, “Rabbi habli minasshalihiin” agar dikaruniai se orang anak yang saleh. Akhirnya istrinya yang divonis mandul bisa memberinya ke turunan juga. Begitulah hebatnya doa. Aku pun mulai banyak berdoa di setiap sujud.
Saat ziarah ke Masjid Sayyidina Husain, aku bertawasul lewat makam cucu baginda Rasul, kuutarakan niatku agar Allah melunakkan hati ibu. Aku mulai banyak bersedekah, hampir tiap pengemis dan tu na wisma, kuberi sepeser dua peser pound yang aku punya, tak lupa kuminta doa pada mereka.
“Tolong doakan agar hati ibuku lunak, aku ingin menikah.”                                             
“Amin.” Jawab para pengemis di pinggir jalan itu. Aku shalat Hajad, Tahajud, dan Dhuha. Aku banyak beshalawat, berzikir demi mendapat ridha ibuku. Karena kalau ibuku ridha, tentu Allah juga ridha.
Semuanya adalah melalui dan minta pada Allah. Aku tak kenal lelah. Satu bulan ke mudian aku pun memberanikan diri me nelepon ke ibu. Setelah shalat Tahajud, aku mencabut handphone-ku dari charger. Sebab kalau di Mesir jam setengah tiga, berarti di Indonesia sudah setengah de lapan. Tentu ibuku sudah selesai masak pagi dan sedang santai di depan rumah atau di ruang tamu. (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
Menurut kelompok kami, tema minor cerpen di atas adalah ketuhanan. hal tersebut dibuktikan dengan adanya unsur-unsur keagamaan di dalam cerpen tersebut selain unsur atau tema yang mendominasi. Pada kutipan cerpen di atas, menceritakan usaha Musa untuk melunakkan hati ibunya agar merestui hubungan percintaannya. Musa berusaha dengan mendekatan diri kepada Allah dengan tekun beribadah, berdoa, sedekah dan lain sebagainya.
Tema ketuhanan pada kutipan cerpen di atas masih sangat relevan sampai sekarang, karena dalam menggapai sebuah tujuan, di butuhkan juga kekuatan doa. Tema ketuhanan di atas adalah bentuk hubungan antara manusia dan Tuhannya. Manusia bertuhan akan tetap relevan hingga masa yang akan datang.
B.     LATAR
Latar atau setting cerita dapat berperan untuk menjelaskan atau menghidupkan peristiwa dalam isi cerita. Hal ini disebabkan latar atau setting sangat berpengaruh bagi perilaku dan jiwa seorang tokoh.
Wiyatmi (2009 : 40) berpendapat bahwa latar memiliki fungsi untuk memberikan konteks cerita. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sebuah cerita terjadi dan dialami oleh tokoh disuatu tempat tertentu, pada suatu masa, dan lingkungan masyarakat tertentu. Latar merupakan salah satu unsur karya sastra yang keberadaannya menentukan isi dan jalan cerita sebuah cerpen. Pada hal ini latar diartikan sebagai keterangan tempat, waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya suatu peristiwa dalam sebuah karya sastra khususnya cerpen.
Latar dibagi menjadi tiga, yakni latar tempat, latar waktu dan latar suasana berdasarkan cerpen yang dianalisis, kelompok kami menentukan beberapa tema yang sesuai dengan cerpen.
1.      Latar Tempat
Menurut Aminuddin (2002:69) latar tempat adalah latar yang bersifat fisikal berhubungan dengan tempat, misalnya kota Jakarta, daerah pedesaan, pasar, sekolah, dan lain-lain yang tidak menuansakan apa-apa. Latar fisikal hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik. Untuk memahami yang bersifat fisikal pembaca hanya cukup melihat apa yang tersurat.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latar tempat adalah latar yang berhubungan secara jelas yang menyangkut nama lokasi tempat terjadinya peristiwa secara konkret dan dapat menunjukkan pada latar pedesaan, jalan, hutan, dan lain-lain.
Berikut beberapa kutipan cerpen Pedas Manis yang menujukkan latar tempat.
1.              Saat ziarah ke Masjid Sayyidina Husain, aku bertawasul lewat makam cucu baginda Rasul, kuutarakan niatku agar Allah melunakkan hati ibu. Aku mulai banyak bersedekah, hampir tiap pengemis dan tu na wisma, kuberi sepeser dua peser pound yang aku punya, tak lupa kuminta doa pada mereka. (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)

Latar tempat yang terdapat dalam kutipan diatas berada di Masjid Sayyidina. Dibuktikan pada baris pertama kutipan tersebut. Latar tersebut memperkuat tema minor pada cerpen tersebut yaitu tema Ketuhanan karena latar tempat tersebut berada di tempat yang disakralkan umat muslim

2.      Semuanya adalah melalui dan minta pada Allah. Aku tak kenal lelah. Satu bulan ke mudian aku pun memberanikan diri me nelepon ke ibu. Setelah shalat Tahajud, aku mencabut handphone-ku dari charger. Sebab kalau di Mesir jam setengah tiga, berarti di Indonesia sudah setengah de lapan. Tentu ibuku sudah selesai masak pagi dan sedang santai di depan rumah atau di ruang tamu”. (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)

Dari kutipan cerpen diatas latar tempat tersebut berada di Mesir. Hal itu memperkuat tema Ketuhanan karena, Mesir identik dengan Negara Islam


2.      Latar Waktu

Menurut Nurgiyantoro (2002:245) penggolongan waktu dalam sebuah cerita dapat digolongkan menjadi tiga yaitu. Lampau, yang dapat berarti waktu yang telah lewat. Kini, dapat berarti sekarang atau sedang berlangsung sekarang. Akan, dapat berarti nanti, besok, lusa, dan lain-lain.
Berdasarkan uraian latar waktu tersebut maka dapat disimpulkan bahwa waktu adalah sesuatu yang berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar waktu dalam sebuah karya sastra dapat berupa latar waktu nyata dan latar waktu tidak nyata.
Semuanya adalah melalui dan minta pada Allah. Aku tak kenal lelah. Satu bulan ke mudian aku pun memberanikan diri me nelepon ke ibu. Setelah shalat Tahajud, aku mencabut handphone-ku dari charger. Sebab kalau di Mesir jam setengah tiga, berarti di Indonesia sudah setengah delapan. Tentu ibuku sudah selesai masak pagi dan sedang santai di depan rumah atau di ruang tamu. (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)

Latar waktu pada kutipan tersebut menujukkan waktu malam menjelang pagi di negara Mesir, sedangkan di indonesia sudah menujjukkan pukul setengah delapan.
Berdasarkan cerpen Pedas Manis karya Daud Farma, latar waktu digambarkan tidak terlalu spesifik dicantumkan dalam kalimat atau percakapan, akan tetapi beberapa menunjjukan waktu yang dapat digambarkan oleh pembaca.
3.      Latar Suasana
Latar suasana merupakan penjelasan mengenai suasana saat peristiwa dalam dongeng terjadi. Suasana dapat berupa suasana gembira, sedih, atau panik (Dewi, 2008 : 13). Latar suasana yang terdapat dalam cerpen Pedas Manis adalah suasana gelisah dan bahagia, berikut kutipannya.
1.              “Musa, dengar Mak baik-baik ya, mau presiden yang kamu suruh datang ke rumah untuk menyakinkan Mak, tidak mempan, Musa, tidak mempan!”
Setelah menelepon, aku murung, me nyen diri, menyepi, memojok di kamarku. Sudah tidak mempan lagi aku menyakinkan ibu. (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)

          Dari kutipan diatas didapati suasana yang sedih, yang dibuktikan dengan tokoh utama(Musa) yang sedih karena orang tuanya belum merestui pilihan calon istrinya.
          Latar suasana tersebut sangat menunjang tema cerpen. Dari kutipan ceren tersebut sangat kental tema sosialnya karena adanya interaksi antar tokoh yang merujuk kepada penolakan dari keinginan tokoh utama(Musa).
2.              “Pulanglah, Nak. Ayo kita melamar Nadia calon menantu, Mamak.”
“Hah? Mamak serius?”
“Cepatlah pulang selagi hati Mak sedang lunak.”
“Alhamdulillah Ya Alllah. Terima kasih, Mak. Baiklah minggu depan aku pulang, mumpung sekarang musim panas dan kami libur panjang.
“Sungguh bukan main senangnya aku! Seakan dunia ini adalah milikku seorang! (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)

Dari kutipan cerpen di atas mengandung latar suasana bahagia. Isi kutipan cerpen di atas menceritakan kebahagiaan tokoh utama karena ibunya akhirnya merestui ia untuk menikah dengan gadis yang ia pilih.

            Latar suasanya tersebut sangat mendukung penguatan tema yang di bawa, yaitu tema sosial dan ketuhanan karena dalam kutipan tersebut terdapat interaksi sosial yang berbau keagamaan yaitu setujunya ibu tokoh utama(Musa)  untuk menikahi gadis yang telah ia pilih.

C.    ALUR

Alur merupakan rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalani suatu cerita bisa berbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam. Alur atau Plot ialah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dari keseluruhan fiksi “semi” (Aminudin).

Mengemukakan bahwa plot ialah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Stanton “Dalam Nurgiyantoro”)
Stanton (1965: 14), mengemukakan plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain.
Dalam cerpen Pedas Manis karya Daud Farma, kelompok kami berhasil menemukan bahwa cerpen tersebut beralur yakni alur campuran, atau alur yang memiliki cerita campuran antara alur maju dan mundur.
Di buktikan pada :
1.              Setiap aku menelepon ke kampung, aku coba menyakinkan ayah dan ibu. Sebenar nya ayah dan ibu setuju kalau aku menikah dengan sesegera mungkin, malah mereka senang kalau memang aku benar-benar mampu. Namun, yang membuat mereka tidak setuju adalah aku menikah dengan gadis Jawa pilihanku.
“Janganlah orang Jawa, nanti dia tidak mau tinggal di Aceh Tenggara. Nanti kamu ditahan mertuamu di tanah Jawa. Aku tidak mau di usia senja kamu tidak ada di kam pung. Sudahlah waktu muda jauh, saat tua ber jauhan pula. Mak tidak setuju!” Ibu mengkhawatirkan itu, sementara ayah pu nya alasan yang lain. (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
            Menurut kelompok kami, kutipan cerpen di atas mengindikasikan bahwa cerpen teresebut memiliki bagian yang beralur mudur karena di awal paragraph terdapat kata “setiap” yang artinya tidak hanya terjadi pada saat itu juga, namum terjadi di kejadian-kejadian sebelumnya.
2.               “Musa, dengar Mak baik-baik ya, mau presiden yang kamu suruh datang ke rumah untuk menyakinkan Mak, tidak mempan, Musa, tidak mempan!”
Setelah menelepon, aku murung, me nyen diri, menyepi, memojok di kamarku. Sudah tidak mempan lagi aku menyakinkan ibu.
Sepekan kemudian, aku turun dari lantai empat untuk membeli buah-buahan. “Ku   rus sekali sekarang ya, Musa” saha bat ku heran melihat mukaku yang lesu. Ba danku kurus kering. (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
            Menurut kelompok kami, kutipan cerpen di atas mengindikasikan bahwa cerpen tersebut memiliki alur maju yang di tandai dengan adanya frasa “setelah menelpon” dan “sepekan kemudian” yang menandakan berjalannya waktu atau ceritanya bergerak maju.
            Dari kedua kutipan cerpen di atas, kelompok kami berpendapat bahwa cerpen tersebut memiliki alur campuran yaitu alur yang di dalamnya terhadap alur maju dan alur mundur.
            Hal tersebut mempengaruhi terhadap penguatan tema cerpen karena dengan adanya variasi kepenulisan alur, yang di dalam cerpen tersebut menempatkan dua laur membuat cerita lebih variatif dan membuat akhir cerita lebih mengejutkan, sehingga tema yang di tonjolkan pada cerpen tersebut dapat berkembanh dengan baik.
D.    TOKOH PENOKOHAN
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita (Aminudin, 2002:79).
Tokoh merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama oleh pembaca kualitas moral dan kecenderungan-kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan dilakukan dalam tindakan.
Penokohan  adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1995:165).
Penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya.
1.      Jenis tokoh berdasarkan peran pentingnya
Apabila kita melihat tokoh-tokoh dalam cerpen tersebut, kelompok kami berhasil mengetahui bahwa tokoh utama dari cerpen tersebut adalah yakni Musa. Dalam hal penokohan tokoh utama merupakan tokoh yang memegang peranan penting. Tokoh utama selalu berhu bungan dengan tokoh pendukungnya.
Dalam cerpen tersebut, tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain adalah Musa. Musa sebagai tokoh utamalah yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain yakni Ibu, Bumbunk, sahabat musa, dan Ayah

·         Interaksi antara Musa dan ibu
“Apa kabar kamu anakku, Musa? Sudah lama tidak menelepon. Ada apa? Ibu rindu kamu, nak.”
“Ya, Mak, Musa juga rindu. Musa sehat, Mak.” Belum sempat aku memulai topic tentang menikah, ibuku sudah memulainya.
 “Pulanglah, Nak. Ayo kita melamar Nadia calon menantu, Mamak.”
“Hah? Mamak serius?”
“Cepatlah pulang selagi hati Mak sedang lunak.”
“Alhamdulillah Ya Alllah. Terima kasih, Mak. Baiklah minggu depan aku pulang, mumpung sekarang musim panas dan kami libur panjang. (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)

·         Interaksi antara Musa dan Bumbunk (adiknya)
“Bang, telepon ke nomor Mamak. Ada yang ingin Mamak bicarakan.” Aku sangat ba hagia membaca pesan dari adikku itu. Karena husnuzanku adalah ibu sudah se tuju berkat bantuan Bambkhu-ku (adikku). (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)

·         Interaksi antara Musa dan sahabatnya
“Aku bukan sengaja diet. Ini semua karena aku ingin menikah.”
“Kalau mau menikah yang banyak-ba nyaklah makan. Makan sup daging, beli daging unta.”
“Gimana mau makan daging? Semen tara ibuku saja belum setuju?”
“Loh kenapa?”
“Masalah keluarga, akhi.”
“Oh gitu, saran ana, antum banyakin doa, sedekah, dan Tahajud. Supaya hati ibu luluh. Percayalah, doa dapat menembus penghalang apa pun, apalagi hati.” (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)

·         Interaksi antara Musa dan Ayah
Tiba-tiba kudengar suara ayahku dari kursi duduk belakang. “Udah, Mamakmu me mang begitu, usah disahuti. Nanti kalau dia sudah bosan mengomel dia akan ber henti sendiri.” Kami pun tiba di Bandara Abdurrahman Saleh, kulihat ibu diam. (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)

            Menurut kelompok kami, tokoh-tokoh tersebut berperan dalam membangun dan memperkuat tema pada cerpen tersebut. Karena, setiap tokoh memiliki peran dalam membuat cerita lebih menarik sehingga tema pokok dalam cerpen tersebut mampu terangkat

2.      Jenis tokoh berdasarkan fungsi penampilan tokoh
Pada cerpen Pedas Manis karya Daud Farma ini, terdapat banyak tokoh protagonis, bahkan sama sekali tidak ada tokoh antagonisnya. Adapun tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma nilai-nilai yang ideal bagi kita (Altenbernd & Lewis, 1966:59; Baldic, 2001:112).





E.     SARANA CERITA
Pengertian Sarana Cerita menurut Stanton (2012:46) adalah metode pengarang memilih dan menyusun detail-detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Dengan tujuan penggunaan sarana cerita agar pembaca dapat melihatfakta cerita melalui kacamata tokoh yang dibuat pengarang.

1.      Gaya Bahasa
Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Gaya bahasa merupakan cara pengarang mengungkapkan pemikiran atau ide melalui bahasa bahasa-bahasa yang khas di dalam tulisannya. Dalam sebuah cerpen gaya bahasa sangat menarik untuk dipelajari karena gaya bahasa bisa menjadi ciri khas tersendiri yang menggambarkan kepribadian setiap penulisnya. Setiap pengarang memiliki bahasa khasnya untuk melukiskan peristiwa-peristiwa lewat media bahasa, seperti jenis bahasa yang digunakan dalam menyampaikan gagasan, ide, dan perasaannya.
Dalam cerpen Pedas Manis karya Daud Farma terdapat lebih dari satu gaya bahasa/majas yang digunakan.
Setelah menelepon, aku murung, menyendiri, menyepi, memojok di kamarku. Sudah tidak mempan lagi aku menyakinkan ibu. (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
Pada kutipan cerpen diatas mengandung majas aliterasi. Majas aliterasi berupa perulangan konsonan yang sama. Dalam kutipan carpen tersebut, terdapat gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama yaitu diawali dengan huruf konsonan m pada kata murung, menyendiri, menyepi, memojok. Kutipan tersebut menjelaskan keadaan Musa yang sedih dan gelisah setelah mengetahui bahwa dirinya tidak bisa menyakinkan ibunya.
Ada manis-manisnya saat mereka tersenyum, persis seperti Nadia saat mengunggah fotonya di akun Instagram. (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
Pada kutipan cerpen diatas mengandung majas perumpamaan atau simile. Perumpamaan atau simile adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Kata-kata yang umum digunakan sebagai ciri penanda perumpamaan/simile adalah ibarat, seperti, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, dan serupa. Dalam kutipan carpen tersebut, Musa melihat senyuman manis dari ustazah-ustazahnya yang dianggap sama dengan Nadia gadis pilihannya, karena keduanya dari Jawa.

Entah karena malu atau saking putihnya, sepertinya di sentuh angin pun akan memerah. (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma)
Pada kutipan cerpen diatas mengandung majas perumpamaan atau simile. Perumpamaan atau simile adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Kata-kata yang umum digunakan sebagai ciri penanda perumpamaan/simile adalah ibarat, seperti, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, dan serupa. Dalam kutipan carpen tersebut, Musa melihat pipi Nadia calon istrinya yang mulai memerah, entah karena malu atau sangking putihnya jika terkena angin pun akan memerah.
Berdasarkan uraian analisis kutipan cerpen “Pedas Manis” karya Daud Farma, antara gaya bahasa dan tema saling saling mendukung. Gaya bahasa yang dipakai dalam cerpen ini adalah majas aliterasi dan perumpamaan. Hal ini juga mendukung tema mayor dan tema sosial, karena terjadi interaksi antara tokoh utama yaitu Musa dan tokoh sampingan seperti Ibu dan adik. Percakapan tersebut bercerita tentang ibu yang tidak setuju terhadap colon istri musa yang berasal dari jawa. Alasan Ibu musa adalah karena ibunya tidak mau jika anaknya sudah berusia senja tidak berada di kampung halamannya.

2.      Simbol
Simbol adalah konsep yang berada di dunia ide atau pikiran kita (Chaer, 2002:38). Simbol merupakan tanda yang memilliki hubungan makna dengan yang ditandakan bersifat arbitrer, sesuai dengan konveksi suatu lingkungan sosial tertentu. Dalam suatu karya pengarang menggunakan simbol-simbol yang berupa judul, kata, kalimat, nama tokoh, dan bisa juga dalam bentuk peristiwa.
·         Judul (Pedas Manis)
Pada kutipan cerpen “Pedas Manis” karya Daud Farma sebagai berikut.
“Janganlah orang Jawa, nanti dia tidak mau tinggal di Aceh Tenggara. Nanti kamu ditahan mertuamu di tanah Jawa. Aku tidak mau di usia senja kamu tidak ada di kampung. Sudahlah waktu muda jauh, saat tua berjauhan pula. Mak tidak setuju!”
“Musa, dengar Mak baik-baik ya, mau presiden yang kamu suruh datang ke rumah untuk menyakinkan Mak, tidak mempan, Musa, tidak mempan!” (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma).

Berdasarkan kutipan cerpen tersebut, kita dapat mengetahui bahwa pengarang memberikan judul “Pedas” dalam artian di sini, yaitu tentang perjuangan Musa dalam menyakinkan ibunya terhadap gadis Jawa yang dipilihnya. Akan tetapi, ibunya melakukan penolakan berupa ketidaksetujan Musa yang ingin melamar Nadia. Ketika, kata-kata ibunya yang merupakan ungkapan penolakan, itulah yang membuat Musa putus asa tidak mampu lagi menyakinkan ibunya.
Pada kutipan cerpen “Pedas Manis” karya Daud Farma sebagai berikut.
Pulanglah, Nak. Ayo kita melamar Nadia calon menantu, Mamak.”
“Hah? Mamak serius?”
“Cepatlah pulang selagi hati Mak sedang lunak.”
“Alhamdulillah Ya Alllah. Terima kasih, Mak. Baiklah minggu depan aku pulang, mumpung sekarang musim panas dan kami libur panjang.
“Sungguh bukan main senangnya aku! Seakan dunia ini adalah milikku seorang! (cerpen Pedas Manis karya Daud Farma).
Berdasarkan kutipan cerpen tersebut, kita dapat mengetahui bahwa pengarang memberikan judul “Manis” dalam artian di sini, yaitu tentang perjuangan Musa yang dapat merdeka dengan mampu menyakinkan ibunya, saat kedua keluarganya tidak lagi merasa asing dan berselisih soal adat dan suku. Perjuangaanya berakhir manis dapat menikah dengan Nadia seorang gadis Jawa yang dulu menjadi kekasihnya.

Berdasarkan uraian analisis kutipan cerpen “Pedas Manis” karya Daud Farma, antara simbol dan tema saling mendukung. Analisis simbol bahasa diatas mendukung tema mayor yang terdapat dalam cerpen tersebut. Yang berawal dari cerita Musa tentang ibunya yang tidak setuju terhadap colon istrinya yang berasal dari jawa. Alasan Ibu musa adalah karena ibunya tidak mau jika anaknya sudah berusia senja tidak berada di kampung halamanya. Akan tetapi, akhirnya perjuangan Musa dapat merdeka karena mampu menyakinkan ibunya dan menikah dengan Nadia seorang gadis Jawa yang dulu menjadi kekasihnya.




Komentar